Mohon tunggu...
Aven Jaman
Aven Jaman Mohon Tunggu... Administrasi - penulis

Menjadi Berarti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lolos dari Benaman Lumpur Lapindo, Bakrie Sepertinya Kembali akan "Diloloskan" Juga dari Sabetan Petir Jiwasraya

24 Juni 2020   09:30 Diperbarui: 28 Juni 2020   01:59 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan kasus Lapindo kita semua tahu bahwa sebagiannya ditanggung oleh negara. Per April 2012 setidaknya negara tercatat menanggung beban dampak lumpur Lapindo. Saat itu, ada sekitar 7,2 T total dikucurkan dari APBN Perubahan demi menalangi kerugian yang diderita warga sejak 2007. Sementara berdasarkan Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2007, Lapindo Brantas harusnya bertanggung jawab membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena dampak luapan lumpur Lapindo.

Namun, berdasarkan laporan Tempo, rupanya sampai dengan jatuh tempo pada 10 Juli 2019, Lapindo baru membayar 5 M kepada negara. Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya masih belum membayarkan sisa utang Rp 773,38 miliarkepada pemerintah.

Sampai kita semua menginjak tahun 2020 ini, nasib hutang ini belum juga jelas, padahal sudah lewat dari jatuh tempo. Dari Kompas.com diberitakan bahwa pemerintah sebetulnya sudah melayangkan surat penagihan hutang. Namun respon terhadap penagihan itu, belum satu media pun yang melaporkan ke publik.

Artinya, perusahaan Bakrie ini belum rampung tanggung jawabnya ke korban juga kepada negara yang telah tampil sebagai penyelamat dengan cara menalangi tanggungan Lapindo ke masyarakat korban.

Tetapi, mari kita sudahi saja kontroversi terkait hutang - piutang antara Lapindo dengan negara di seputaran kasus lumpur ini. Yakin saja Bakrie lolos, sebab kini korban nyaris tak ada lagi yang bersuara. Maklum, apa yang menjadi hak mereka sudah ditanggung negara.

Perkara Bakrie kemudian melunasi talangan dari negara ke korban atau tidak, kita tutup mata saja. Yakin selesai. Selesainya itu apakah beneran ada aliran dana ke kas negara dari Tuan Bakrie mungkin saja tak ada. Namun, dia punya seabrek jurus dan tak-tik untuk membuat negara bisa lumpuh di hadapan Lord Bakrie. Tak percaya?  Nih simak!


Lokalisir Kasus Jiwasraya, Tanda Kaki Tangan Bakrie Bekerja untuknya di Institusi Negara

Pembaca tidak kuajak membedah kasus lumpur itu. Justru ada kasus lain yang karena cerdiknya, sampai publik bisa tak melihat keterlibatan Bakrie Group yang konon sampai melibatkan 10 perusahaannya dan yang terafiliasi dengannya dalam menggerogoti negara melalui goreng-menggoreng saham yang tersebar pada reksa dana yakni
1. Pan Arcadia Dana Saham Bertumbuh
2. Pan Arcadia Saham Syariah,
3. Pinnacle Dana Prima
4. Pool Advista Kapita Optima
5. Pool Advista Kapital Syariah,
6. Treasure Fund Super Maxxi
7. PT Bumi Resources Minerals (Tbk),
8. PT Bakrie Telecom Tbk,
9. PT Bumi Resources Tbk
10. PT Dara Henwa Tbk.
11. PT Bakrie Sumatra Plantatios Tbk,
12. PT Bakrie Capitalinc Investment, dan
13. PT Visi Media Asia.

Adalah investigasi majalah Tempo pada Maret lalu menyebutkan bahwa saham-saham itu tertutup underlying asset. Karenanya, kode emiten Group Bakrie tidak muncul dalam koleksi kepemilikan saham Jiwasraya yang kini dikasuskan di pengadilan. Disebutkan sumber Tempo dalam investigasi tersebut, tim audit menemukan transaksi saham ini bermula dari repo atau repurchase agreement pada 2004-2006. Kepemilikan saham Jiwasraya yang diinvestasikan lewat repo saham Group Bakrie diperkirakan mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Angka yang tidak jauh berbeda dengan informasi yang diperoleh Benny Tjokro, salah satu terdakwa yang kini dihadapkan di muka pengadilan terkait kasus Jiwasraya yang beku di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.

"Pada 2006 Jiwasraya pernah membeli saham-saham milik Group Bakrie. Waktu itu saham-saham Group Bakrie sedang tinggi-tingginya. Bocoran yang saya dapatkan Jiwasraya beli saham Bakrie lebih dari Rp 4 triliun," tuturnya.

Nah, pembaca coba lihat sekarang kasus Jiwasraya ini! Yang diseret ke muka pengadilan adalah direksi Jiwasraya 2008-2018 dan operator lapangan yang goreng saham Jiwasraya di Pasar Modal pada rentang jabatan direksi itu saja.

Fakta bahwa Jiwasraya sudah merugi sejak 2006. Kerugian antara lain akibat saham-saham Bakrie tersebut. Pada 2008, terjadi pergantian direksi Jiwasraya. Direksi baru dibebani hutang sejumlah kurang lebih 6,7 T.

Demi tutup lubang inilah para direksi 2008-2018 ini terpaksa gali lubang tutup lubang sana-sini mengingat permohonan mereka agar negara sudi membantu lewat skema Penyertaan Modal Negara (PMN) dan obligasi Zerro Coupon Bond semuanya ditolak negara pada 2008 akibat skandal Century. 

Direksi yang kini diseret sebagai tersangka ini pula terpaksa memainkan saham Jiwasraya pada saham-saham yang high gain high return dengan menjadikan Beny Tjokro, dkk sebagai aktornya di pasar modal, masih dengan maksud hendak menutupi lubang hutang. Celakanya, cara ini malah berakibat fatal bagi Jiwasraya seluruhnya sampai dinyatakan beku (liquid) saat ini.


Catat bahwa pasar permainan high gain high return itu kalau datang untung memang fantastis, datang sialnya, habis tak bersisa. Kebetulan kena sial. Toh, investasi model apapun selalu kenal dua hasil ini: untung atau rugi.

Di sini penulis tak hendak membela para terdakwa ini. Biar bagaimana pun, mereka ikut andil dalam kejatuhan Jiwasraya. Namun, apabila kesalahan ditimpakan melulu kepada mereka saja, ini tak boleh dibiarkan!

Bakrie yang disinyalir sebagai salah satu penyebab olengnya Jiwasraya pada era sebelum 2008 kenapa tak diseret ke pengadilan? Di sinilah, pembaca semua harus melek bahwa kaki tangan Bakrie itu ada yang ditanam di institusi-institusi negara yang membuat dia senantiasa lolos dari tanggung jawab atas kerugian demi kerugian yang diderita korban akrobatiknya di dunia usaha.

Benny Tjokro terang-terangan menuding bahwa lokalisir kasus kejatuhan Jiwasraya pada 2008-2018 adalah cara meloloskan Bakrie dari jerat hukum. Ia alamatkan tudingannya kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua BPK Agung Firman Sampurna serta Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono. "Bahwa ketua dan wakil ketua BPK merupakan krooni Bakrie semua orang tahu," kata Benny Tjokro di sini.

Masih menurut Tjokro, kedua petinggi BPK itu membatasi audit investigasi terhadap persoalan Jiwasraya. Mereka melarang apabila audit dilakukan sebelum periode 2008. Karena itu, kasus ini akan dipaksakan untuk terus disidangkan. Pasalnya, akan banyak pihak yang terkena imbas apabila keterlibatan Group Bakrie dalam kasus Jiwasraya terbongkar.

Pertanyaan saya, bila tudingan Tjokro itu benar, apakah pembaca akan mendiamkan ketidakadilan itu? Saya sih engga!(*)

Catatan: Artikel ini telah pernah tayang di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun