Mohon tunggu...
Aven Jaman
Aven Jaman Mohon Tunggu... Administrasi - penulis

Menjadi Berarti

Selanjutnya

Tutup

Financial

Jiwasraya Ambyar, Rizal Ramli: OJK Patut Pula Bertanggungjawab

8 Juni 2020   09:06 Diperbarui: 8 Juni 2020   09:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizal Ramly, mantan Menko Ekuin (dok. Wartakota.com)

JS kini memasuki babak persidangan. Beberapa fakta terkuak menarik walau belum semuanya terungkap. Di balik kasus Jiwasraya ini sebetulnya terkandung timbunan persoalan menyangkut investasi dan pasar modal di negeri kita.

>NOTE: Sebaiknya Anda simak dulu kasus JS ini sebagai akibat kejahatan pasar modal. Kronologinya kemarin telah coba digambarkan oleh seorang teman di youtube ini https://www.youtube.com/watch?v=OgcXxaVUcmI


Mengutip kata Rizal Ramly sewaktu tampil di "#ILCJiwasraya", Jiwasraya hanyalah toping atas dari keseluruhan persoalan yang dialami bangsa ini sejak lama. Menggunungnya masalah di dunia investasi baginya tak jauh-jauh dari adanya kealpaan dari mereka yang seharusnya bertanggung jawab dalam menentukan bersih tidaknya sebuah pasar modal.

Nah, yang paling bertanggung jawab di dunia pasar modal dan investasi di negeri kita ini ada yang namanya Otoritas Jasa Keuangan atau yang disingkat dengan OJK. Pertanyaannya, bila merujuk pernyataan Rizal Ramly saat tampil di ILC beberapa hari lalu tersebut, benarkah OJK adalah sumber dari seluruh masalah investasi pasar modal yang kini satu per satu terbelit masalah? Mari kita gali!

Dari sidang di Tipikor minggu lalu tentang Jiwasraya, terungkap bahwa JS dimainkan di pasar modal. Sampai dimainkan di pasar modal, tak lain karena direksi Jiwasraya pada 2013 mengonsultasikan skema solusi atas beban hutang yang mesti ditanggungnya kepada manajemen investasi profesional yang tak lain dari Reksa Dana.

Langkah menuju Reksa Dana ini sendiri tergolong berliku. Pertama-tama yang harus dipahami adalah JS sudah terbebani hutang sejak 2006. Pada 2008, liabilitynya (tanggungan hutang) sudah injak angka 6,7 T. Itu semua karena tata kelola Jiwasraya saat itu kurang profesional. Maka Hendrisman, selaku pakar asuransi pun diberi kepercayaan untuk bantu menyehatkannya lagi.

Hendrisman, dkk pun coba berupaya. Pertama dengan Penyertaan Modal Negara (PMN), cara ini ditolak negara. Lalu coba ditempuh dengan cara Zerro Coupon Bond, ditolak pula. Maka, dicarikanlah cara lain yang dirasa bisa pertahankan JS.

Ketemulah cara reasuransi. Deal terjadi pada 2009. Menurut hitung-hitungan ini, JS akan sehat pada 2026. Ada perusahaan asuransi dari Amerika sepengetahuan Bank Dunia yang menyanggupinya. Namun pihak perusahaan itu hanya mau melakukan reasuransi tersebut dengan tenor 2 tahunan. Selebihnya bisa diperbaharui. Nyatanya, skema ini tergolong berhasil sehingga sempat JS dinyatakan kembali pulih pada 2012.

Pas hendak bikin tenor reasuransi berikutnya pada 2013, keluar aturan bahwa semua asuransi di Indonesia harus mengikuti standar akuntansi baru bernama IRFS. Aturan ini membuat JS berkemungkinan untuk merevaluasi seluruh property mereka untuk tujuan komersil.

Namun entah mengapa, pada 2013 itu pula, Hendrisman, dkk memutuskan untuk lempar ke nasabah produk asuransi bernama JS Plan dengan iming-iming imbal hasil 9-13% selama kurun 2013-2018. Iming-iming imbal hasil ini membuat banyak nasabah tertarik.

Yang menarik, OJK sedikitpun tidak tertarik untuk menyelidiki keamanan JS Plan ini waktu itu. Padahal, ini adalah skema ponzi di mana duit berputar di antara nasabah sendiri saja. Normalnya, imbal hasil dari sebuah investasi itu maksimal 2-3% saja. Lewat dari itu, sebuah titik jenuh akan terjadi lebih cepat mengingat perputaran hasil hanya terjadi di antara nasabah atau anggota saja. Bila iming-iming imbal hasil ini tak segera ditutupi oleh masuknya nasabah baru atau yang sudah klaim bikin asuransi baru, maka lubang yang ditinggalkan oleh besaran klaim nasabah sebelumnya bakal menciptakan beratnya beban perusahaan.

Jadi, investasi dengan iming-iming imbal hasil yang wah awalnya memang akan terlihat spektakuler. Namun lama-lama, bila tak ada investasi baru masuk ke sana, maka iming-iming imbal hasil tadi akan berakibat zonk bagi nasabah yang telah jatuh tempo. Ke mana duit yang mereka masukkan? Duit mereka tak ke mana-mana selain ke nasabah yang telah lebih dulu klaim jatuh temponya. Imbal hasil yang di atas batas normal membuat lubang besar tercipta menganga di dalam. Untuk menutupnya, harus ada nasabah baru lagi yang masuk ke sana. Justru di situlah rantai setan itu akan menciptakan lubang semakin menganga.

Inilah skema yang pernah membuat Spielberg, Larry King, Kevin Bacon, terpedaya di tangan Bernie Madoff, salah satu pendiri Nashdaq yang melalui Bernard L. Madoff Security Investment, perusahaannya. Pada 2008, Madoff ditangkap dengan 11 tuntutan dan dijatuhi hukuman penjara 150 tahun. [Sumber](https://tirto.id/akal-akalan-madoff-memikat-investor-kakap-dengan-skema-ponzi-bYbg)

Kembali, OJK ke mana saat produk JS Plan itu dilempar? Fungsi pengawasannya yang lemahnya inilah yang patut disoal. Karena lemahnya pengawasan OJK-lah nasib  sebanyak 17.403 pemegang polis JS kini digantung. Nasabah ini tak bisa memastikan nasib investasi mereka, bakal bisa balik atau lenyap selamanya. Maka, biar tak ada lagi kejadian serupa ke depan, OJK harus benar-benar memainkan peran pengawasannya. Dia tak boleh lemah.

Maka, hal paling mutlak yang harus dilakukan adalah rombak pejabat yang kini ada di OJK, utamanya Ir. Hoesen, MM. Beliau adalah Kepala Eksekutif Pengawasan Pasar Modal OJK, bidang yang paling bertanggung jawab dalam urusan sehat tidaknya sebuah investasi di pasar modal. Mengapa Hoesen mesti diganti, simak pada tulisan selanjutnya.

***BERSAMBUNG....***

NOTE: Tulisan ini disadur dari aslinya di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun