Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negasi Prostitusi Daring

13 Juli 2020   18:21 Diperbarui: 13 Juli 2020   18:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak sedikit mereka yang menghirup kue dari praktik ini, mulai kelas jalanan, lokalisasi pun sudah memanfaatkan kemajuan IT. Selain gaul, moderat dan bisa lebih cepat menangkap gurame atau kakap. Tapi, warning Undang-undang ITE juga siap menanduk.

Atau mungkin karena penutupan beberapa lokalisasi di beberapa daerah. Bisnis satu ini semakin menunjukkan pasarnya seiring kemajuan teknologi. Teknologi memang bermuka dua, bisa sebagai malapateka tapi juga dapat menjadi berkah bagi penggunanya.

Di tengah kacaunya penat kebutuhan dan nihilnya kecakapan hidup, hati dan pikiran pelaku prostitusi ini beku dan tak ada jalan lain kecuali memberi label harga atas tubuhnya sendiri. Padahal, dengan menjajakan tubuh, para pekerja seks tersebut telah merendahkan mutu dirinya sendiri hingga setinggi tanah.

Harga mereka hanya lembaran-lembaran rupiah. Kondisi ini membuat jejaring prostitusi on line ini semakin compang-camping atas pijakan moral dan karakter serta kian mengaburkan mereka pada diksi yang dianut, yakni no pain no gain.

Diakui atau tidak, barisan di dalamnya merupakan sosok-sosok yang rentan atas penyusupan kontraproduktif dan wajib bagi semua pemangku kepentingan mengembalikannya pada nilai-nilai keutamaan yang barangkali mulai limbung.   

Untouchable 

Pebisnis prostitusi apalagi yang on line selalu menyembunyikan praktik gelapnya dengan merakayasa label usaha atau bidang jasanya diantara bejubelnya bisnis daring di republik ini. Seperti untouchable - mungkin, kasus di atas maupun pelaku lainnya hanya sepotong dari gugusan lain dari bisnis gelap yang masih masif.

Pada aras bahasa terlampau cakap menyembunyikan prostitusi dengan menyodorkan eufimistis. Telah beredar berbagai jenis predikat untuk perempuan yang berprofesi dengan urusan seks berbayar. Mulai dari lonte, sundal, wanita jalang, pelacur, pramuria, kupu-kupu malam, penghibur, perek, hostes, wanita  tuna susila (WTS) dan pekerja seks komersial (PSK).  

Para aktor prostitusi cenderung memandang profesinya secara berbeda. Bisnis ini melibatkan dimensi luas, tak cuma angka. Tapi juga sudah menjangkau ranah psikologis, sosial bahkan etika. Mereka secara fitroh dipastikan tak mau dan menolak melakukan pekerjaan rendah, hina dina tersebut. Tak pernah ada yang bercita-cita seperti itu. Orangtua bakal malu dan tak sudi makan uang hasil esek-esek, jika tahu anaknya mata pencahariannya seperti itu.

Pada sisi lain, mereka kerap dijadikan komoditas survei, penelitian bagi mahasiswa, dosen dan periset lain. Sedikitnya, mereka juga pernah berjasa menghantarkan mahasiswa dan dosen maupun periset lain itu menyandang gelar keilmuannya maupun beroleh cum, tapi jarang sekali ucapan terima kasih tertuang eksplisit dalam karya ilmiah para intelek. Kecuali Iwan Fals dalam lirik salah satu lagunya.

 Prostitusi itu tajuk lain dari pelacuran. Untuk itu, hari ini kita layak taubat, membunyikan, "stop dan akhiri praktik pelacuran." Termasuk negasi (meniadakan) pelacuran jabatan, intelektual maupun negeri. Inilah kopi pahit dan penyadaran buat kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun