Mohon tunggu...
Marjono Eswe
Marjono Eswe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik Biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis Bercahayalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanti Rapid Tes Gratis

9 Juli 2020   12:19 Diperbarui: 9 Juli 2020   12:25 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak Berbayar

Membaca kisah kawan itu, tidak ada masalah, yakni keluarga reaktif pertama tadi di tes semua dan gratis. Yang menjadi masalah ketika, keluarga kawan di atas diharuskan melakukan tes dan membayar sendiri. Menurutnya, tarif atau biaya tesnya cukup lumayan bagi ukuran dia.

Mungkin tak akan menjadi problema, kala keluarga kawan itu punya tabungan, lha kalau sedang tidak memegang dana, akan berbeda kisahnya. Padahal bayangannya juga dapat gratis.

Beberapa klinik dan atau rumah sakit memberlakukan tarif tes cepat ini cukup bervariasi, kisaran Rp300 ribu hingga Rp 600 ribu, sedangkan untuk tes swab mematok angka di atas Rp 1 juta. Masih tingginya tarif tes cepat maupun swab membuat warga enggan dan keberatan, karena biaya tersebut mendingan untuk menambal kebutuhan pokok sehari-hari dulu.

Sinyalemen komersialisasi rapid tes pun diungkap anggota Ombudsman RI, Alvin Lie (Kompas, 7/7/2020) atas aduan warga. Bea rapid tes setiap klinik atau rumah sakit atau laboratorium belum ada kesamaan, sehingga berpotensi ada komersialisasi pada tes menyangkut covid ini. Mungkin saja perbedaan tarif tes di atas karena harga alat tes sendiri beragam.

Dalam situasi sulit ini antara ekonomi dan kesehatan acap berbenturan, padahal tak bisa mengabaikan salah satu darinya. Untuk menekan gejolak warga, pemerintah dalam hal ini Kemenkes perlu menetapkan standar tarif maksimal tes cepat. Sehingga tak ada perang tarif di dalamnya.


Tribunews (8/7/2020) melansir Kemenkes  menetapkan tarif rapid tes, maksimal Rp150 Ribu yang berlaku mulai 6 Juli 2020. Kita apresiasi langkah tersebut, namun penetapan tarif maksimal tersebut perlu disertai sanksi. Anggota Komisi IX (Kesehatan) DPR RI Saleh Partaonan Daulay menilai, ada dua jenis sanksi yang bisa diberikan bagi pelanggar ketentuan tersebut, yakni sanksi administrasi dan denda (Republika, 8/7/2020).

Dalam kepentingan bersama ini, penting bagi warga untuk melakukan pengawasan organik jika ada yang melanggar ketentuan tersebut. Integritas institusi kesehatan baik plat merah maupun partikelir dipertaruhkan dalam pandemi ini. Wajib dihindari bermain api di tengah pandemi, jangan melakukan korupsi, gratifikasi dan pungli, apalagi di darurat pandemi, karena ancaman hukuman mati menanti.

Di luar itu, nampaknya harus tetap menjadi orientasi kita adalah bertarif murah dan tes tersebut cukup eketif, akurat, sehingga memberikan kepuasan dan kelegaan bagi warga. Penting dan mendesak, pemerintah membebaskan warga miskin dari biaya rapid tes. Logikanya, lha mereka saja masih dibantu beroleh bantuan, kok masih disuruh harus membayar tes rapid. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun