Mohon tunggu...
Tengku Adri
Tengku Adri Mohon Tunggu... wiraswasta -

PEDULI ATRESIA BILIER

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Atresia Bilier - Cangkok Hati dan Diskriminasi Layanan Kesehatan

13 Juni 2014   18:52 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:53 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (kompas.com/shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (kompas.com/shutterstock)"][/caption]

Atresia Bilier atau Biliary Atresia adalah suatu kondisi dimana saluran empedu tidak terbentuk secara normal yang berakibat kepada kerusakan hati. Untuk mendapatkan kesembuhan, penderita Atresia Bilier harus melakukan operasi pencangkokan hati.

Salah satu upaya penyembuhan terhadap pasien Atresia Bilier adalah dengan melakukan operasi  “Kasai” yang diambil dari nama seorang Ahli Bedah asal Jepang yang berhasil melakukan percobaan pembuatan saluran empedu baru yang diambil dari usus pasien. Prosedur Kasai ini pertama kali berhasil dilakukan pada tahun 1957

Di Indonesia , penyakit yang terbilang ‘langka’ ini baru mencuat setelah media mengangkat berita tentang seorang anak penderita Atresia Bilier asal Jakarta ,Bilqis Anandya Passa  pada tahun 2010. Lalu publik juga dikejutkan dengan kasus Nyfara Salsabila Siregar pada tahun 2013. Padahal sejatinya penyakit ini sudah terdeteksi sejak tahun 1813.

Bilqis tidak sendiri , penderita penyakit ini memiliki rasio 1:10.000 s/d 1:15.000 , dengan rasio kelahiran hidup di Indonesia yang mencapai 4,5 juta pertahun maka berarti ada sekitar 300-450 anak Indonesia yang lahir dengan kondisi ATRESIA BILIER.  Itu artinya, setiap hari lahir lebih dari satu anak dengan kondisi Atresia Bilier di Indonesia.

Selain itu, kami juga menemukan beberapa kasus salah diagnosa, dimana pasien dengan gangguan pada liver / hati non-atresia bilier telah divonis menderita atresia bilier oleh dokter yang menangani. Hal ini berdampak buruk pada penanganan dan mental orang tua pasien. Sebab setelah mengetahui anaknya menderita Atresia Bilier, mental orang tua akan jatuh ke titik terendah saat membayangkan dia harus melihat anaknya menderita tanpa bisa berbuat apa-apa.

Padahal banyak penyakit pada liver yang tidak harus berujung pada proses pencangkokan hati. Artinya harapan yang masih terbentang luas itu ditutup oleh dokter yang salah dalam memberikan diagnosa.  Ini adalah kondisi yang sangat buruk.

Kondisi yang buruk ini di perparah dengan biaya cangkok hati yang menembus angka 800-900 juta ( RSCM ), tidak termasuk biaya pra dan pasca operasi.  Bagaimana dengan BPJS ? Program pemerintahan SBY ini hanya menanggung 30% dari total biaya tersebut.

Selain itu, Rumah Sakit yang mampu melaksanakan Operasi Pencangkokan hati di Indonesia baru ada tiga, yaitu RS. Dr Sutomo Surabaya , RS Selamet Karyadi Semarang dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Baru – baru-baru ini  terdengar kabar pihak pertamina telah bekerjasama dengan pihak Jepang untuk membuat Rumah Sakit Pusat Hati di Sentul.

Namun ini tetap saja tidak bisa memberi angin segar bagi pasien penderita kerusakan / kelainan hati. Karena ke empat rumah sakit tersebut tetap mematok biaya yang sangat tinggi. Selain itu, semua terpusat di pulau jawa. Tidak ada satupun Rumah Sakit diluar pulau Jawa yang mampu melakukan operasi pencangkokan hati. Hal ini sungguh menyayat hati kami sebagai warga Negara Republik Indonesia yang seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan warga Negara lainnya , baik di pulau jawa maupun diluar jawa.

Sampai kapan ketidakadilan ini akan berlangsung ? Sampai kapan bayi-bayi mungil penderita Atresia Bilier di Indonesia harus meregang nyawa dalam keadaan tidak tertangani dengan baik ? Sampai kapan negri ini membayar hutangnya kepada rakyat dalam hal memenuhi hak warga Negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun