Mohon tunggu...
Mania Telo
Mania Telo Mohon Tunggu... swasta -

@ManiaTelo : Mengamati kondisi sosial,politik & sejarah dari sejak tahun 1991

Selanjutnya

Tutup

Politik

Relawan Ahok: Lihatlah Dari Sisi Kasus Hukum!

13 April 2016   11:46 Diperbarui: 13 April 2016   12:11 3361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum tidak memandang orang,tetapi perbuatan...! Dikutip dari pernyataan Prof.DR.Romli Atmasasmita SH,LLM ketika menyampaikan "closing speech" di acara ILC,12 April 2016. Aktivis anti korupsi dan Koordinator program doktoral Fakultas Hukum dari Universitas Padjajaran tersebut juga sempat menyindir narasumber yang bicara tanpa etika dan sopan santun di acara bergengsi bagi para lawyer. Tentu saja semua pemirsa yang menyaksikan acara ILC,12 April 2016 bisa menyaksikan bagaimana seorang KP Norman Hadinegoro, SE yang pada saat dihadirkan menggunakan nama Norman Hadi Nugroho-sebagai Ketua Relawan Ahok secara tidak etis menyerang MayJend.(Purn) Prijanto, mantan wagub DKI Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran Wakil Ketua Umum dari DPP Aliansi Indonesia,sebuah LSM yang di dalam web-nya bermotto juga menentang praktek KKN (korupsi,kolusi,nepotisme) sehingga membawa-bawa eksistensi "jenderal" yang disandang oleh Prijanto sebagai salah satu narasumber dengan sikap yang tidak etis sambil menuding-nuding.

Kalau dicermati, para relawan dan pendukung Ahok banyak tidak menggunakan akal sehat dalam beradu argumentasi dalam sebuah debat yang berkwalitas,secara khusus dalam 2 kasus yang sedang mencuat ke publik,yaitu Kasus RS Sumber Waras & kasus Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Mereka kebanyakan meniru apa yang disebut sebagai gaya Ahokmaniadalam berbicara dan bersikap. Istilah "pokoknya gue bener,yang lain salah" dan "yang tidak suka Ahok adalah orang jahat & tidak jujur" terus saja mengalir dan berkumandang seperti paduan suara. Kalau saja paduan suara itu enak didengar tidak masalah,yang terjadi justru suara koor itu terlihat sumbang dan arogan.

Entah karena dihinggapi oleh penyakit phobia diserang dari awal dengan sikap-sikap rasisme atau memang itu satu-satunya senjata yang dimiliki untuk menyerang balik para lawan-2nya,para relawan dan pendukung Ahok sulit diajak beradu argumentasi hal-hal kasus hukum yang melibatkan kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Massa pendukung seperti ini mengingatkan kepada sebuah fenomena kultus individu seorang Soekarno di era Orde Lama. Rakyat dibawa eforia bahwa sang pemimpin bekerja tanpa salah,apa yang dilakukan dan yang dikerjakan adalah sumber hukum,sedangkan yang tertulis dan yang menulis serta pengawal sumber-sumber hukum itu semuanya salah....! Gejala inilah yang kemudian memunculkan sikap otoriter dan jumawa seorang pemimpin,yang pada akhirnya mengikis semua perbuatan baik yang pernah dilakukannya.

Sebaiknya para relawan & pendukung Ahok melihat secara lebih luas terkait kasus hukum yang melibatkan kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta,bukan terus menerus membentengi seolah kasus-kasus hukum itu sengaja dipakai untuk menyerang individu atau pribadi Ahok. Sebagaimana misi para aktivis anti korupsi di era kejatuhan Soeharto,yang diserang oleh para aktivis adalah bukan pribadi Soeharto, tapi kepemimpinan Soeharto telah membuat KKN berkembang secara masif. Bisa jadi apa yang dikatakan oleh Soeharto benar adanya, bahwa dia tidak mempunyai sepeserpun uang hasil korupsi,tetapi perbuatan yang dilakukan oleh Soeharto hanya menguntungkan kroni-kroninya, memperkaya orang lain dengan regulasi-regulasi yang diciptakannya.  Para aktivis anti korupsi bisa melihat kebelakang apa yang terjadi pada diri Soeharto dan sekarang ini. Rumah pribadi Soeharto di Cendana jauh dari kesan megah dan mewah,tetapi kenapa Soeharto dijatuhkan...? Bukankah dia Bapak Pembangunan Indonesia...?

Hukum tidak mengenal sosok atau ketokohan seseorang. Sosok dan ketokohan Ahok bukan berarti yang bersangkutan tidak bisa berbuat KKN atau menguntungkan pihak lain atau memperkaya orang lain. Oleh karena itu para relawan & pendukung Ahok tidak perlu membela Ahok seperti seorang suci atau Nabi yang tanpa salah. Pembelaan para relawan & pendukung Ahok cukup pada ranah hal-hal yang sifatnya SARA,sebab memang seharusnya demikian adanya bahwa suku,agama,ras adalah hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu gugat oleh yang merasa dirinya mayoritas.

Justru sangat disayangkan bilamana para relawan dan pendukung Ahok terlalu mengumbar nafsu menyerang pihak-pihak yang bicara kasus hukum menjadi seolah menyerang Ahok secara pribadi terkait Pilkada 2017. Ini seperti anak kecil yang kalau tidak diberi mainan, kemudian menyalahkan ke orang-tuanya karena tidak disayang atau sengaja dianak-tirikan,dsb. Hal yang sama pernah terjadi atas diri Soeharto, dimana ketika yang bersangkutan diserang kasus-kasus KKN, maka Soeharto menyerang balik seolah ada yang ingin menjatuhkan dirinya karena mau berbuat makar,membuat stabilitas pembangunan terganggu,dll. Kenapa Soeharto demikian...? Karena waktu itu Soeharto melihat bahwa banyak rakyat yang senang dengan kondisi nyaman yang diciptakannya ketika itu,sehingga ketika Soeharto bicara hal terkait ada beberapa pihak yang ingin mengacaukan pembangunan di Indonesia,maka pers dan aparat kemananan serta politisi di daerah sampai di tingkat Pusat maupun para pendukungnya mencoba menyerang lawan-lawan Soeharto.

Fenomena figur atau sosok tidak boleh kebablasan bilamana diperhadapkan dengan masalah pelanggaran hukum,siapapun harus "all are equal before the law" ; KPK sebagai lembaga independen anti rasuah juga telah memperlakukan hal yang sama kepada RJ Lino,direktur utama PT.Pelindo II . Sebagai pribadi,RJ Lino adalah sosok yang patut diacungi jempol karena membawa Pelindo II sebagaimana sekarang ini ada. Tetapi KPK tidak memandang ketokohan,pengalaman dan keberhasilan RJ Lino yang pernah menjadi  Direktur Pelaksana Pelabuhan Guigang, Guangxi-RRT sebelum diminta menjadi Direktur Pelindo II ; Ketika RJ Lino tersandung kasus pengadaan alat di Pelindo II yang tidak sesuai prosedur,maka KPK pun menetapkannya sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Mungkin RJ Lino tidak korupsi,tetapi perbuatannya telah menguntungkan atau memperkaya orang lain.

Demikian sebaiknya para relawan & pendukung Ahok dalam memandang kasus-2 yang sekarang sedang berusaha dielak oleh Ahok,yaitu kasus RS Sumber Waras & kasus Reklamasi Pantai Utara Jakarta. KPK sekarang dipastikan sedang berupaya menyidik apakah Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan kewenangannya dengan sengaja atau tidak sengaja karena perbuatannya telah menguntungkan atau memperkaya orang lain sehingga negara dirugikan...? 

Sebaiknya kita tunggu saja.........!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun