Masyarakat Jawa dikenal memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi dan mudah bergaul. Dimanapun berada bisa membaur ke dalam kelompok masyarakat yang lain. Dimanapun bumi dipijak disitulah langit dijunjung, mungkin itu pepatah yang tepat.Â
Penulis memiliki teman yang pernah bertugas di Jayapura bercerita bahwa dia sangat heran ketika sedang bertugas mendapati seorang pedagang bakso. Pedagang tersebut dari Sukoharjo.Â
Begitulah adanya, orang jawa adalah orang yang sangat terbuka. Prinsipnya mudah menjalin pertemanan dengan siapapun. Sehingga dimanapun berada pasti diterima oleh masyarakat setempat.
Etika Jawa
Pengertian etika disini adalah sebuah aturan sebagai panduan hidup yang berisi nilai-nilai sopan santun, moral, pendekatan hati, dan rasa. Dalam buku Etika Jawa, Frans Magnis Suseno menjelaskan bahwa orang Jawa tidak mengenal baik dan jahat, melainkan orang yang bertindak karena ketidaktahuan.Â
Jadi, apabila orang bertindak merugikan orang lain, itu dianggap sebagai orang yang belum mengerti mana yang baik dan mana yang tidak baik. Ya orang jawa tidak berani memfonis perilaku seseorang, karena masih memiliki pandangan berbaik sangka.Â
Pada dasarnya semua manusia itu baik karena setiap manusia ditakdirkan memiliki hati nurani. Sebelum melakukan sebuah tindakan pasti akan ditimbang dulu mana yang baik dan mana yang buruk. Rasa dalam hati tidak akan pernah bohong untuk menentukan mana yang benar dan mana yang keliru.Â
Kesadaran dalam bersosial
Dalam bersosial umumnya masyarakat jawa tidak memandang siapa orang itu, darimana orang itu berasal. Menurutnya semua orang itu sama, lahir dengan fitrahnya, sebagai seorang manusia. Namun begitu menghormati orang lain akan lebih mulia karena mengutamakan kerukunan dalam bersosial.Â
Masyarakat Jawa juga memiliki tatanan yang kompleks dan sistematis. Setiap tatanan itu memiliki aturannya masing-masing dan harus selalu dijaga sebagai pedoman yang baku.Â
Demikian juga dapat dilihat dari segi bahasa. Secara umum bahasa jawa terdiri dari tiga tingkatan yaitu : ngoko atau kasar, madya atau menengah, dan krama atau sopan. Masing-masing tingkatan bahasa tersebut menunjukkan kelas status sosial. Maka diperlakukan dengan sikap yang berbeda pula.Â