Mohon tunggu...
teguh wiyono
teguh wiyono Mohon Tunggu... Guru - guru SMAN 1 Losari dan hypnotherapist

Guru SMA lulusan Bahasa dan Sastra Jawa UNS sebelas maret surakarta. Mendapat gelar dari Kraton Surakarta Bupati Anom Raden Tumenggung Wiyono Hadipuro.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ana Catur Mungkur", Filosofi Orang yang "Nrima ing Pandum"

20 Maret 2020   17:03 Diperbarui: 20 Maret 2020   17:09 18156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tubasmedia.com

"Hidup ini cuma sebentar, kita buat enak saja tidak usah neka-neka, nrima ing pandum" Begitu nasihat simbah ketika penulis masih kecil. "Butuhe awake dhewe urip slamet, diwei awak sehat bagas waras, muji ayukur ing ngarsane Gusti Allah". Sederhana namun nasihat-nasihat itu masih membekas hingga sekarang ini. Sehingga kalau saya saring ada beberapa hal yang penting untuk digarisbawahi.

Apa sih hakikatnya hidup itu. Semua yang ada di alam dunia ini hakikatnya cuma semu dan tidak abadi alias hanya sementara saja. "Paribasan mung mampir ngombe", peribahasanya sepererti orang yang mampir sebentar untuk sekedar minum saja, tidak lebih dari itu. Ada kehidupan lain setelahnya yang abadi dan kekal, itulah sesungguhnya tujuan akhir dari semua ini. 

Ana catur mungkur

Paribasan ana catur mungkur mempunyai arti: ana artinya ada, catur artinya omongan atau omongan yang tidak enak bisa juga berarti ngrasani, mungkur berarti menghindar dengan berbalik arah atau membelakangi. Sehingga arti selengkapnya adalah setiap ada omongan yang tidak enak atau jika diajak untuk ngrasani (menjelek-jelekkan orang lain) maka tidak mau.

Bukan berarti tidak mau tahu apapun yang terjadi tapi lebih pada tidak mau mencampuri urusan pribadi orang lain. Setiap urusan orang lain ada yang boleh dan ada yang tidak boleh dicampuri. Seperti utusan pribadi seseorang kita hanya bisa diam saja, kecuali kalau dimintai nasihat ya kita cukup memberi nasihat saja tidak lebih.

Nah jika kita diajak ngrasani orang lain sebenarnya itu adalah sebuah pertanda bahwa ada perasaan tidak ikhlas dari dalam hati tentang apa yang dicapai orang yang dibicarakan itu. 

Pada akhirnya kita akan mencari-cari kesalahan orang. Parahnya lagi biasanya cenderung memaksakan diri dengan mengada-adakan masalah yang tidak perlu. Di sinilah "nrima ing pandum" kita rasakan hadir dalam hati kita. Jika kita menerima apapun yang Allah sematkan dalam diri kita maka kita tidak akan punya waktu untuk ngrasani orang. 

Biar saja apa yang dia lakukan, tidak usah dirasani. Mungkin dia berhasil karena ketekunannya bekerja, karena kegigihannya sehingga berhasil dan sukses. Kecuali jika yang dia lakukan sudah melebihi batas dan melanggar norma susila dan adab, itu tugas kita untuk mengingatkan. Jangan sampai kejadian buruk menimpa.

Bercermin pada Kaca benggala

Kita harus selalu melihat kaca benggala yaitu cermin yang bertujuan untuk melihat keburukan diri kita sendiri. Dengan cermin itu kita bisa memanami dan tahu setiap jengkal kekurangan diri kita. Kita cari satu persatu untuk kemudian kita pahami dan dikoreksi. Kita tidaklah sempurna, karena dalam diri kita masih ada nafsu yang terus menggebu untuk berusaha menguasai dunia. 

Tugas kita adalah mengalahkan nafsu itu. Mengupayakan pendekatan dengan hati nurani. Hati adalah suci, apapun yang muncul dari hati akan mengarah pada kebaikan. Dengan seringnya kita melihat kaca benggala maka tidak ada niat kita untuk melihat kejelekan orang lain. Kita menjadi malu karena kejelekan kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun