Ada kalanya dalam hidup, kita dipertemukan dengan seseorang yang begitu berbeda. Bukan karena ia sempurna, tetapi karena kehadirannya membuat segalanya terasa sederhana, hangat, dan penuh makna. Ia adalah sosok yang pernah mengajarkanku arti kedamaian, sesuatu yang selama ini sulit kucari di tengah keruwetan hidup.
Aku tidak bisa berbohong, kebaikan dan perhatiannya masih membekas hingga kini. Ada rasa menenangkan ketika mengingatnya, seolah setiap senyumnya masih hidup di pelupuk mata dan setiap tutur katanya masih bergema di telinga. Bagaimana mungkin aku bisa begitu saja melepaskan semua itu?
Misalnya saat hari-hari bersamanya di Maret 2024 adalah lembaran cerita yang tak pernah pudar. Ada tawa ringan, percakapan hangat, bahkan diam yang tidak pernah terasa canggung. Di tengah hiruk pikuk dunia, justru ada ruang teduh yang ia hadirkan. Kehadirannya membuatku percaya bahwa hidup bisa lebih sederhana dari yang kupikirkan.
Aku masih ingat saat hujan turun saat kita ke mini market. Kami berjalan beriringan, di tengah gerimis hujan, tapi bahagia. Bukan kemewahan yang membuat kenangan itu berharga, melainkan perasaan damai yang muncul dari kebersamaan. Saat itu aku benar-benar percaya bahwa cinta sejati lahir dari momen paling sederhana.
"Cinta sejati sering kali lahir dari momen sederhana yang membuat hati merasa pulang."
Di tepi Pantai juga menjadi saksi ketika kami duduk menatap laut yang bergelombang pelan. Angin membelai wajah, senja merangkak perlahan, dan aku merasa dunia berhenti sejenak. Tak ada yang lebih indah selain duduk di sampingnya, tanpa harus banyak kata, hanya menikmati kehadiran yang begitu menenangkan.
Bersamanya, aku menemukan ketenangan yang tak pernah kutemui sebelumnya. Hidupku yang semula penuh kekacauan perlahan menata diri. Rasanya seperti diberi kesempatan kedua untuk merasakan arti hidup normal, tanpa tekanan berlebihan, tanpa rasa cemas yang menghantui.
Hidupku benar-benar seperti di-reset. Semua beban yang dulu menumpuk seolah dipangkas satu per satu. Ia hadir bagai tangan lembut yang menenangkan, menghapus debu kegelisahan, lalu menggantinya dengan harapan baru. Tanpa kusadari, aku menjadi lebih kuat dan lebih ikhlas menjalani hidup.
Namun, setelah semua itu, kenyataan pahit harus kuterima. Dia tak lagi di sisiku. Yang tersisa hanyalah kenangan, potongan kisah indah yang terus berputar di kepala. Kehilangan ini seperti mengosongkan separuh ruang dalam diriku, dan aku berjuang agar tetap bisa berdiri.
Aku sering merasa seperti orang gila. Bayangannya hadir di sela aktivitas, dalam mimpi, bahkan dalam doa. Orang lain mungkin menganggap aku berlebihan. Tapi bagaimana bisa melupakan seseorang yang pernah membuatku merasakan arti hidup yang sesungguhnya?
