Sehingga keduanya (sistem produksi pertanian dan rantai nilai pangan) mendukung pertanian berkelanjutan yang dapat memastikan ketahanan pangan dalam kondisi perubahan iklim.
"Upaya ini sekaligus dapat meningkatkan hasil mata pencaharian pedesaan lokal melalui diversifikasi peningkatan produksi pertanian," ungkap Suharjo.
SIMURP merupakan upaya strategi Pemerintah untuk mengantisipasi dampak negative perubahan iklim global melalui pelaksanaan pembangunan Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA).
Dampak yang terjadi dari fenomena perubahan iklim salah satunya di Vietnam, dengan adanya perubahan iklim petani harus bisa beradaptasi serta nantinya akan berdampak pada produksi pertanian.
Contoh lain yaitu di Indonesia terbakar luas lahan yang seluruhnya mencapai 857 hektar dan ratusan hektar tanaman padi diserang hama wereng.
Perubahan iklim yang ekstrim ini akan mempengaruhi kegiatan budidaya pertanian yang menyebabkan penurunan produktivitas, produksi, mutu hasil pertanian sehingga berpengaruh dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Permasalahan yang sama juga terjadi di berbagai negara sehingga dapat berpengaruh pada harga dan pasokan pangan nasional, regional dan internasional.
Hal ini akan berakibat terhadap pembatasan ekspor negara penghasil pangan untuk mengamankan ketahanan pangan negara masing-masing.
Untuk mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim, Pemerintah telah menyusun strategi untuk mengatasi persoalan dan ancaman dampak perubahan iklim, baik mitigasi maupun adaptasi.
Terdapat empat pilar untuk ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, penggunaan pangan, dan kestabilan pangan.
Adupun tujuan CSA adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan produktivitas, meningkatkan intensitas pertanaman, menurunkan gas rumah kaca (GRK), mengajarkan budidaya yang tahan terhadap dampak negative iklim.