Mohon tunggu...
Tegar Yulianto
Tegar Yulianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional - Universitas Sriwijaya (UNSRI)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perkembangan Industri Keamanan Siber Tiongkok

2 Desember 2021   12:00 Diperbarui: 2 Desember 2021   12:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah berbagai upaya Tiongkok dalam menjaga keamanan datanya dan tuduhan yang dilayangkan kepada negara-negara Barat dan lembaga internasional seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan NATO, pemerintah Tiongkok telah memberi pengumuman tentang rencana untuk menumbuhkan industri keamanan siber negara empat kali lipat dalam jangka waktu kurang dari tiga tahun. 

Rancangan rencana ini diterbitkan pada Juli 2021 oleh Kementrian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok. Rencana ini bertujuan untuk menumbuhkan industri  mencapai 250 Miliar Yuan ($38,7 Miliar) pada tahun 2023. 

Dengan meningkatnya permintaan terhadap teknologi yang terus bermunculan seperti 5G, IoT, industri internet, kendaraan dan kota pintar, cloud dan AI, serta sektor lainnya seperti manufaktur, sumber daya alam, perawatan kesehatan, produk konsumen, keuangan, transportasi dan pendidikan. 

Penguatan industri keamanan siber Tiongkok akan mendukung Undang-Undang Keamanan Siber tahun 2017, Undang-Undang Keamanan Data yang disahkan Juni 2021, dan Rencana Lima Tahun ke-14 yang dirilis pada Maret 2021.

Pada Juli 2021, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Li Jian memberi balasan kepada Amerika Serikat dan menyatakan “Sumber serangan siber terbesar” setelah pemerintahan Joe Biden dan sekutunya menuduh Tiongkok sebagai dalang dibalik peretasan secara besar-besaran server email Microsoft Exchange. Padahal, masyarakat Tiongkok, baik sektor swasta maupun asing masih berkutat pada rezim tata kelola data nasional yang muncul sehingga membuat raksasa teknologi Tiongkok berada di garis bidik regulator yang diduga telah menyalahgunakan penggunaan data.

Setelah peluncuran raksasa ride-hailing Tiongkok DiDi di IPO Amerika Serikat sejumlah $4,4 Miliar pada awal Juli ini, otoritas Tiongkok memberi pengumuman mengenai penyelidikan terhadap perusahaan tersebut atas pengumpulan dan penggunaan data pribadi, pemerintah juga menarik lusinan aplikasi di App Store. 


Hal ini memicu spekulasi bahwa perusahaan tersebut telah mentransfer informasi yang sensitif ke Amerika Serikat walaupun tuduhan ini tidak memiliki bukti yang jelas. 

Setelah itu, CAC yang merupakan lembaga yang mengatur kebijakan mengenai internet di Tiongkok, mengeluarkan kebijakan “cyber security reviews” kepada perusahan-perusahaan manapun yang memiliki satu juta pengguna atau lebih dan ingin mendaftar di luar negeri, hal ini menurut para pengamat pemerintah Tiongkok dimotivasi oleh kekhawatiran tentang keamanan data nasional dan risiko keamanan yang dapat ditimbulkan oleh perusahaan yang menawarkan produk dan layanan Teknologi Informasi. 

Menurut laporan bulan Juni yang dirilis oleh Wall Street Journal, Ant Group masih berdiskusi bersama perusahaan milik negara dalam membuat perusahaan yang memberi skor kredit yang secara efektif menyerahkan banyak data konsumennya kepada pemerintah setelah bertahun-tahun terus memberi perlawanan. 

Perkembangan ini membuat pergeseran yang besar baru-baru ini dalam pendekatan pemerintah mengenai data, yang saat ini data merupakan sumber daya ekonomi yang sangat penting untuk dimanfaatkan dan dilindungi. (Yin, 2021).

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun