Mohon tunggu...
Teddy
Teddy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Departemen Politik dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membumikan Ibu Bumi: Gerakan Ekofeminisme Wadon Wadas Menjaga Ruh Jiwa Mereka

27 Juni 2022   22:00 Diperbarui: 27 Juni 2022   22:13 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Persmaporos.com

Dengan demikian, penggunaan politik ekstra-parlementer dirancang untuk mengubah persepsi dan prioritas pembuat kebijakan dan sebagai upaya untuk membuat mereka memperhatikan kepentingan orang-orang dibalik gerakan ini (Hertz, 2001).

Dalam konteks konflik agraria di Wadas, kemunculan kelompok Wadon Wadas sendiri adalah bentuk perlawanan perempuan Wadas terkait rencana pembangunan bendungan yang dapat menyebabkan rusaknya sumber mata air. Wadon Wadas sendiri diinisiasi oleh Sriyana, seorang perempuan Wadas yang tertarik berjuang mempertahankan keutuhan alam di desanya. 

Awalnya hanya pria saja yang aktif berjuang, seperti menghadapi langsung pemerintah dan menggelar mujahadah, sebuah perlawanan dengan cara doa bersama di masjid atau di alas. 

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul kesadaran kolektif dari kelompok perempuan mengenai kedekatan antara perempuan dengan alam sehingga sudah seharusnya perempuan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan alam mereka. 

Sebagaimana mengutip Muryanto (2021) dari laman projectmultatuli.org, dengan kesadaran tersebut, Sriyana mulai mengikuti mujahadah bersama suaminya. Kini, mujahadah yang berlangsung pada malam yang ditentukan itu tidak eksklusif lagi, karena perempuan juga turut dapat mengikutinya. 

Dengan dukungan beberapa aktivis perempuan, ia mengajak ibu-ibu agar berkumpul untuk membicarakan soal perjuangan warga menjaga alam Wadas. 

Beruntung, mereka bersedia untuk mengadakan pertemuan rutin dan sepakat menamakan diri sebagai Wadon Wadas. Kini, Wadon Wadas mempunyai anggota sekira 300 orang. Usia mereka beragam, mulai mahasiswa hingga perempuan yang sudah beruban.

Klaim representasi Wadon Wadas melalui gerakan yang mereka lakukan telah mengaminkan eksistensi perempuan sebagai bagian dari alam. Hal tersebut berkaitan erat dengan kehadiran perempuan secara konseptual dan simbolik yang terkoneksi dengan hierarki ekologis. 

Astuti (2012), berpendapat bahwa perempuan dan alam memiliki kesamaan simbolis karena kerap ditindas oleh manusia bercirikan maskulin. Oleh karena itu, adanya rasa senasib semakin menguatkan legitimasi klaim representasi dari Wadon Wadas.

Salah satu bentuk gerakan atau aksi yang dilakukan oleh Wadon Wadas sebagai bentuk protes adalah membuat besek di halaman PTUN Semarang. Besek merupakan wadah dari anyaman bambu yang diinterpretasikan sebagai simbol menyatunya perempuan Wadas dengan tanah Wadas yang subur. Secara turun temurun, tradisi menganyam besek bagi perempuan Wadas menjadi identitas dan kultur dari komunitas Wadon Wadas. 

Selain itu, kegiatan menganyam besek menjadi jalan bagi Wadon Wadas untuk hidup bermasyarakat dan menjaga eksistensi dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun