Mohon tunggu...
Iqbal Tawakal
Iqbal Tawakal Mohon Tunggu... Konsultan - Rumah Perubahan

Siang Konsultan. Malam Kuli Tinta Jadi-Jadian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat Nelayan

25 November 2014   21:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:52 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh MOCHAMMAD IQBAL TAWAKAL

Pelantikan presiden terpilih Jokowi, 20 Oktorber lalu, memberi banyak harapan. Presiden Jokowi menempatkan seorang menteri koordinator yang khusus menangani sektor kemaritiman.

Fokus pembangunan nasional berbasis kemaritiman merupakan pekerjaan rumah yang tidak mudah. Pemerintah perlu melakukan langkah besar serta didukung dengan data mutakhir dan komprehensif mengenai sasaran utama pembangunan kelautan. Adapun aspek utama yang mendukung pengembangan sektor kelautan meliputi potensi bioteknologi, sumberdaya perikanan, budidaya laut, kawasan konservasi, dan aspek kehidupan nelayan pesisir.

Meski dimensi kemaritiman begitu luas, pemerintah perlu menaruh perhatian khusus pada subsektor perikanan. Subsektor perikanan memegang aspek penting dalam jantung pemberdayaan potensi utama laut itu sendiri. Selain itu, subsektor ini berkaitan langsung dengan kehidupan para nelayan yang notabene tinggal di kawasan pesisir dan menjadikan subsektor perikanan sebagai mata pencahariannya.

Berdasarkan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 (Badan Pusat Statistik) yang diolah, diketahui hanya 2,2 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan. Jumlahnya sekitar 1,4 juta kepala keluarga nelayan. Jika rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia adalah empat orang, maka ada sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang kehidupannya bergantung kepada kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan.

Secara geografis, nelayan ada di seluruh Indonesia. Hal ini tidak mengherankan mengingat dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan serta memiliki potensi perikanan yang sangat besar.

Ironisnya, walaupun jenis makanan seafood menjadi salah satu makanan dengan harga yang tinggi di pasaran, tingkat kesejahteraan nelayan tidak serta merta meningkat dan cenderung lebih rendah dibandingkan mereka yang berprofesi bukan nelayan. Rata-rata penghasilan nelayan hanya sekitar Rp 561.000 per bulan, lebih rendah dari mereka yang bukan nelayan dengan penghasilan rata-rata sekitar Rp 744.000 per bulan.

Data yang cukup menggembirakan adalah lebih dari 84 persen rumah tangga nelayan memiliki rumah sendiri. Bandingkan dengan rata-rata mereka yang bukan nelayan, hanya sekitar 79 persen keluarga yang memiliki rumah sendiri. Meski demikian, ini tidak menjadi ukuran bagaimana sebenarnya kualitas hidup nelayan. Kenyataan lain, komunikasi, bagi nelayan, tidak menjadi hambatan. Sekitar 83 persen nelayan di Indonesia telah memiliki telpon genggam.

Survei Sosial dan Ekonomi Nasional 2013 menunjukkan sekitar 25 persen nelayan mengalami gangguan kesehatan. Ini dinilai mengganggu aktivitas nelayan untuk melaut dan berdampak pada kehidupan ekonomi keluarganya. Hanya 54 persen nelayan yang memiliki jaminan kesehatan.

Kesejahteraan nelayan penting untuk diberi perhatian khusus. Sebagian kecil data di atas cukup menunjukkan mengapa profesi nelayan tidak menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menjadi nelayan bukan hal menarik karena nelayan identik dengan kemiskinan.

Upaya membangun dimensi kemaritiman yang begitu luas tidak dapat tercapai jika pemerintah mengabaikan kesejahteraan nelayan. Jika menjadi nelayan memberikan jaminan kesejahteraan, maka masyarakat tidak akan ragu untuk menjadi nelayan dan profesi ini akan menjadi pilihan menarik bagi angkatan kerja Indonesia yang melimpah. Bagaimanapun, peningkatan kesejahteraan nelayan dan kontribusi sektor maritim terhadap perekonomian menjadi barometer penting keberhasilan pemerintah dalam membangun Indonesia.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun