Mohon tunggu...
Oktaviani Audhi Rahmadhani
Oktaviani Audhi Rahmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi dalam hal kreativitas dan inovasi dalam lingkup sosial media.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Cuma Film "Kisah Nelayan Kecil" Nyata dan Butuh "Happy Ending"

12 Mei 2024   18:33 Diperbarui: 12 Mei 2024   19:02 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laut Salira (Sumber: Rakhil Syakira) 

Sebuah kisah nyata nelayan kecil seringkali menjadi latar belakang cerita yang merangkum kehidupan yang keras namun penuh harapan. Dalam realitasnya, kehidupan para nelayan kecil tidak hanya dipengaruhi oleh angin dan gelombang, tetapi juga oleh perjuangan mereka untuk bertahan hidup di tengah tantangan ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), masyarakat nelayan di Indonesia bertanggung jawab atas sekitar 32,14 persen tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2015. Sementara itu, antara 20 hingga 48 persen nelayan Indonesia masih berada dalam kondisi miskin, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018. 

Banyak faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sulitnya meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama bagi nelayan yang menangkap ikan secara tradisional. Keterbatasan modular dan teknologi, serta kurangnya sumber daya manusia adalah contoh masalah internal. 

Sementara itu, kebijakan perikanan yang berfokus pada produktivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara parsial dan nasional merupakan contoh variabel eksternal. 

Sistem pemasaran produk perikanan yang lebih memihak kepada tengkulak, kerusakan lingkungan akibat penggunaan alat tangkap yang tidak berkelanjutan, langkanya pekerjaan di luar sektor perikanan bagi masyarakat nelayan, serta fluktuasi alam yang tidak dapat diprediksi (Kusnadi, 2006).


Ada maslaah nyata dengan kemiskinan yang perlu diatasi. Susi, Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, menegaskan bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menyeimbangkan antara pemberdayaan hasil tangkapan laut dan kesejahteraan yang setara bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Oleh karena itu, mengintegrasikan pemerintah dan meminta bantuan seluruh masyarakat -- termasuk para nelayan sangat penting untuk mengurangi kemiskinan nelayan. 

Langkah pertama dalam mengurangi kemiskinan adalah dengan memperhatikan dan mengembangkan desa -- desa tertinggal, memberdayakan masyarakat pesisir melalui program -- program yang menggunakan dana operasional nelayan sebagai penyandang dana, melibatkan masyarakat untuk mendukung inisiatif pemerintah melalui lembaga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di sektor swasta, dan memikat masyarakat nelayan tradisional. Namun, yang paling penting adalah membentuk koperasi yang dijalankan oleh para Nelayan Eretan Wetan di bawah pengawasan para ahli. 

Untuk menstabilkan ekonomi. Nelayan, perempuan, atau istri nelayan memainkan peran penting. Istri nelayan perlu diberi wewenang lebih untuk membantu bisnis keluarga. Ketika suami mereka pergi melaut, para istri berusaha menambah penghasilan dengan mengolah ikan (memproduksi terasi, ikan asin, dan yang lainnya) dan membuat alat tangkap seperti jaring dan pukat. Semuanya membutuhkan dukungan, dan disinilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hadir untuk membantu dalam menyiapkan pelatihan keterampilan. (TIM Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2007:1)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun