Mohon tunggu...
TAUFIQURRAHMAN
TAUFIQURRAHMAN Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Analis Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Amir Uskara: Sang Penuntun Politik Santun

18 April 2023   22:54 Diperbarui: 18 April 2023   23:10 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa waktu belakangan ruang publik kita mengalami chaos complexity atau kesemrautan sosial akibat peristiwa demi peristiwa yang silih berganti memekakkan telinga kita semua, mulai dari kasus pemukulan anak yang menjadi headline berita nasional hingga berimbas pada terbukanya kotak pandora berupa kebocoran data ditjen pajak dan temuan transaksi janggal 349 Triliun di Kementerian Keuangan sampai mem-blow up perilaku pamer pejabat beserta keluarganya, belum lagi beberapa kasus korupsi pejabat negara hampir tak pernah alpa bertengger di beranda media sosial kita setiap saat.

Rentetan peristiwa sosial-politik tersebut tentu saja tidak hanya menggemparkan seantero negeri namun juga menggoyah iman juga mental politik masyarakat luas, yang jika tidak cepat dinetralisir akan berimplikasi sangat serius pada hilangnya legitimasi kultural para pejabat di mata masyarakatnya sehingga memunculkan mentalitas yang disebut oleh Hannah Arendt sebagai "banalitas" politik, yaitu hilangnya nurani dan rasa tanggungjawab kolektif masyarakat kita dalam proses berbangsa akibat dari merosotnya harapan dan idealisme mereka terhadap kemajuan bangsanya.

Mentalitas banal ini menurut Hannah Arendt disinyalir muncul karena seseorang kehilangan spontanitasnya akibat berbagai peristiwa di ruang publik yang mengguncang nurani dan akal sehatnya.

Tentu saja mental dan sikap banalitas tersebut tidak boleh sampai menjadi budaya yang tumbuh subur dalam alam politik negeri ini sebab tanggungjawab dan nurani masyarakat yang tumpul adalah kehilangan besar bagi bangsa kita yang sejak berdirinya ditopang kuat oleh pikiran, rasa, dan nurani rakyatnya, hilangnya itu semua akan menghantam mundur bangsa kita pada fase yang disebut oleh Bernard Wesserstein sebagai barbarim, yaitu kondisi peradaban kewargaan yang memasuki babak kehancuran. 

Di samping itu semua ada tanggungjawab kolektif kita untuk memulihkan kembali kepercayaan publik sebagai modal dan aset penting negeri ini untuk menyongsong kemajuan di depan mata, sembari memberikan alarm pengingat sebagai bentuk interupsi terhadap budaya politik kita yang kehilangan tuntunan dan legitimasi moral.   

POLITIK SANTUN DAN BERSAHAJA 

Setelah mencuat kampanye counter argument masyarakat terhadap budaya hedonis dan flexing para pejabat negara beserta keluarganya yang gemar pamer kekayaan dan gaya hidup elitis sebagai bagian dari usaha protes sosial, selayaknya memang dalam kondisi disparitas sosial yang semakin tegas ini, para pemimpin bangsa semestinya tampil sebagai Kompas moral yang menuntun politik santun dan bersahaja dengan gaya hidup yang tak sekadar merakyat namun ala rakyat dalam pengertian; tumbuh dan besar bersama rakyat.

Politik santun dan bersahaja tidak boleh hanya menjadi tagline dan tenggelam dalam riuh kampanye sloganistik, namun menjelma dalam laku etika kepemimpinan dan menjadi potret yang bisa disaksikan dalam ruang publik kita.

Amir Uskara adalah satu di antara beberapa pemimpin politik saat ini yang dikenal dengan gaya tubuh politiknya yang santun dan bersahaja, tidak melekat dengan nuansa yang hedon dan elitis dalam status ekonominya yang mapan juga status politiknya sebagai Pemimpin Partai dan Senatur Senayan.

Kesantunan Amir Uskara tergambar begitu nyata pada tubuh politiknya yang inklusif pada semua, berkawan dengan semua orang, mengayomi beragam komunitas berbeda, bahkan tak segan untuk merangkul rival politiknya, potret yang hampir jarang kita temukan pada pemimpin politik kita hari ini.         

Dengan gaya politik yang demikian menyatu dengan masyarakat maka tak heran jika Amir Uskara menjadi legislator senayan yang memperoleh suara terbanyak di dapilnya, dengan pencapaian tersebut pula bukan tanpa alasan jika beberapa Lembaga survei memasukkan namanya dalam radar calon pemimpin ideal, baik dalam kandidasi Bupati Gowa, Gubernur Sulawesi Selatan maupun Menteri dalam kabinet mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun