Ayo sambut, ini tarianku, kata hujan. Angin membawanya berlari, menyebelahi dahaga tubuh, menyimpan rindu dan gaduh. Orang orang menghindar dan tertunduk.Â
Ini jariku, katanya, keruh zaman telah mengecup tubuhku yang semakin asam dan keras. Titik titik partikelnya telah menyaksikan pencarian manusia untuk bahagia.Â
Dan ini, aku memberimu tarian, katanya. Angin membuatku lembut dan ratap. Luka hujan hinggap di atap atap kota dan desa yang segera jadi sibuk oleh industri.Â
Hujan hujan menari di atas lubang lubang tambang, sungai sungai yang hitam menjalar ke laut.Â
Lupakan tarianku, katanya pada seorang bocah di bawah jembatan.Â