Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

MBG, Rahasia Terjaga, dan Nasib Anak yang Entah Sampai Mana

25 September 2025   08:43 Diperbarui: 25 September 2025   04:43 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan penyajian program MBG (Sumber: Infobanknews.com)

Bakteri-bakteri ini, seperti yang kita tahu, bukan tamu tak diundang yang bisa datang begitu saja. Mereka butuh kondisi ideal untuk berkembang biak, salah satunya adalah makanan yang tidak diolah atau disimpan dengan benar. Artinya, ada proses yang salah dari dapur tempat makanan itu dimasak. Ini jelas bukan nasib sial, tapi sebuah kecerobohan yang terstruktur.

Ketika Sendok Seharga iPhone dan Rahasia Jadi Syarat Mati

Surat perjanjian vendor MBG dengan sekolah (Dok. Pribadi)
Surat perjanjian vendor MBG dengan sekolah (Dok. Pribadi)

Masalahnya ternyata tidak berhenti di dapur. Ada kejanggalan yang lebih absurd yang terekam dalam sebuah surat perjanjian vendor dengan kop surat Badan Gizi Nasional (BGN) yang dikirim ke sekolah anak saya, salah satu sekolah swasta di Purworejo. Ada dua poin yang bikin dahi saya mengernyit.

Pertama, soal denda alat makan. Tertulis jika ada kerusakan atau kehilangan alat makan, pihak sekolah harus mengganti sebesar Rp 80.000 per unit. Mari kita bayangkan bersama. Sendok yang mungkin harganya tak seberapa, tiba-tiba nilai gantinya setara dengan harga alat makan yang dipakai di resto bintang lima. Jika ada sepuluh sendok yang hilang, sekolah harus merogoh kocek Rp 800.000 hanya untuk 10 sendok. Ini bukan lagi denda, tapi modus.

Tapi poin berikutnya jauh lebih mengerikan dan bikin saya mikir, apa ini skenario film mafia? Poin terakhir dari tujuh poin dalam perjanjian itu menyebutkan bahwa pihak sekolah harus merahasiakan jika terjadi sesuatu hingga pihak vendor mendapatkan solusi. Ya, kamu tidak salah baca, "merahasiakan."

Bayangkan, jika ada anak-anak yang keracunan hingga lebih dari 500 orang seperti yang terjadi di Bandung Barat, apakah informasi ini harus jadi rahasia? Apakah sekolah harus diam saja, sambil menunggu pihak vendor mencari "solusi" yang entah kapan datangnya? Poin ini adalah bukti nyata kalau vendor lebih mementingkan reputasi mereka daripada keselamatan nyawa anak-anak.

Ini sama saja seperti sebuah kontrak yang mengatakan, "Kami akan menyajikan makanan yang mungkin bisa membuat anakmu sakit, tapi jangan bilang siapa-siapa, ya." Sungguh sebuah perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak etis.

Makan Siang Jam 1, Dimasak Jam 1 Dini Hari: Menambah Gizi atau Menambah Masalah?

Ini mungkin pertanyaan yang paling logis dari semua kejanggalan yang ada. Logika sehat mana yang bisa menerima makanan yang dimasak pada dini hari, pukul 01.00 WIB, untuk kemudian disajikan pada jam makan siang, yaitu lebih dari enam jam kemudian?

Baca juga: Mengapa Makan Bergizi Gratis Tidak Cukup untuk Cerdaskan Anak?

Dikutip dari Kompas.com, Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut salah satu penyebab keracunan di Cipongkor, Bandung Barat, adalah karena "memasak terlalu awal." Makanan yang tidak disimpan dengan benar selama berjam-jam menjadi surga bagi bakteri untuk berkembang biak. Apalagi jika makanan itu mengandung protein tinggi seperti ayam atau ikan.

Logika ini sama seperti kita memasak sayur lodeh dini hari, lalu membiarkannya di meja makan hingga siang hari. Bisa dipastikan, sayur itu akan basi dan berbau asam. Lalu, apa bedanya dengan makanan yang disajikan untuk anak-anak sekolah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun