Salah Siapa Jika Penegak Hukum Malah Melanggar Hukum?
Kasus yang satu ini benar-benar bikin geram. Bayangkan, orang yang seharusnya menjaga keamanan dan menegakkan hukum malah diduga mencabuli anak di bawah umur. Bukan orang biasa, bukan juga penjahat kelas teri, tapi seorang mantan Kapolres!
Ya, ini bukan adegan di film kriminal atau plot twist drama Korea. Ini kejadian nyata yang terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, diduga terlibat dalam kasus pencabulan terhadap seorang anak berusia enam tahun. Menurut laporan Antara, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, meskipun hingga kini AKBP Fajar belum resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Ironis? Tentu saja. Menyebalkan? Sangat. Tapi lebih dari itu, kasus ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam sistem kita.
Masalahnya Bukan Cuma di Pelaku, Tapi di Sistemnya
Ketika seseorang yang seharusnya menegakkan hukum justru melanggar hukum, ini bukan sekadar masalah individu. Ini masalah sistem. Bagaimana seorang perwira tinggi bisa melakukan kejahatan seperti ini? Apa tidak ada mekanisme pengawasan yang ketat? Atau memang, di balik seragam dan pangkat, ada banyak hal yang selama ini ditutup-tutupi?
Kasus ini bukan pertama kalinya aparat kepolisian terlibat dalam tindak kejahatan. Sebelumnya, sudah ada berbagai kasus yang melibatkan oknum polisi—dari pemerasan, narkoba, hingga kekerasan terhadap warga sipil. Tapi tetap saja, reformasi di tubuh kepolisian seperti jalan di tempat.
Menurut CNN Indonesia, AKBP Fajar juga diduga terlibat dalam kasus narkoba, yang menyebabkan dirinya harus ditempatkan di tempat khusus di Mabes Polri. Ini menambah daftar panjang kelamnya catatan penegak hukum kita.
Pertanyaannya: bagaimana mungkin seseorang dengan masalah seperti ini bisa berada di posisi strategis dalam kepolisian?
UU Perlindungan Anak Sekadar Formalitas?
Indonesia sebenarnya punya undang-undang yang cukup ketat soal perlindungan anak. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jelas-jelas mengatur sanksi tegas bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Ada ancaman pidana berat, bahkan dalam beberapa kasus bisa dikenakan hukuman mati.
Tapi apakah cukup? Tentu tidak. Regulasi saja tidak akan ada gunanya kalau implementasinya lemah. Faktanya, kasus kekerasan terhadap anak masih sering terjadi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa angka kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun.
Sialnya, kalau pelakunya rakyat biasa, hukumnya bisa tegas. Tapi kalau pelakunya punya jabatan, kasusnya bisa berlarut-larut. Ini bukan hanya soal ketidakadilan, tapi juga soal lemahnya komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.