Mohon tunggu...
taufiq candra
taufiq candra Mohon Tunggu... Freelancer - Saya adalah mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Saya menulis di kompasiana dalam rangka untuk belajar bagaimana menulis yang baik dan menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sedikit Kisah Kami

3 Desember 2017   13:20 Diperbarui: 3 Desember 2017   13:35 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang generasi yang terbuang, tidak banyak kata yang dapat kami suarakan. Semua hal yang ingin kami berontak tenggelam dalam senyapnya dunia kemunafikan. Entahlah siapa orang yang buta di negeri ini. Mungkin mereka yang terlalu buta dengan keadaan negeri tercinta Indonesia. Apakah benar dunia ini dalam kemunafikan manja? Sepertinya iya, buktinya ada mereka yang terlalu bangga dengan dirinya sendiri tanpa pernah berpikir untuk yang lainnya.

Sekali lagi kami hanya mampu diam dan terpaku dalam derasnya pikiran mengalir. Setiap detik berlalu dengan cepat meninggalkan setiap insan manusia seperti kami dalam sebuah ruang yang bernama dunia. Dengarlah para pembesar bangsa, kami generasi mudamu sekarang dalam ambang kehancuran. Jika kalian tak bergerak maka kami akan meluap. Jika kalian mendiam maka kami akan mengancam. Dengarlah kau yang membuat kami seperti ini. Kau membuat kami menjadi seperti ini. Andai saja uang-uang itu tidak dikorupsi mesti kami takakan jadi begini. Kami akan mendapatkan pendidikan dan memperoleh penghidupan yang layak. Namun, faktanya bertolak belakang.  

Kau curi uang-uang bangsa ini tanpa meninggalkan secerca belas kasihan untuk kami. Kau hancurkan harapan masa depan kami hanya untuk kekayaan pribadi. Kau sendiri yang menghancurkan cita-cita bangsa ini, tanpa peduli terhadap orang-orang seperti kami. Sadarlah, kalian berada di sana sebagai wakil aspirasi kami. Kalian ada berkat belas kasihan yang telah kami berikan. Namun, semuanya lenyap dalam keserakahan hewani kalian.

Rindu, hanya satu kata yang dapat diungkapkan. Kami masih jauh dari bayangan kemenangan. Tangan kami masih terlalu rapuh dalam gemuruh deruh ombak dan merahnya senja yang menggambarkan perasaan kami dalam dada. Kami tak setegar batu karang yang dihempas ombak. Kau menguasaai dan menundukkan cita. Meratakan setiap asa manusia hingga taklagi berwarna. Segenggam harapan hanya mampu tercurah melalui lisan tanpa pernah terealisasi dalam kenyataan. Ingatlah, kami rela segala hal yang kau rampas dari kami. Tapi, kami ada bukan untuk menghancurkan bumi pertiwi. Kami ada untuk membangun retorika kemakmuran bangsa. Kami tercipta bukan sebagai bumerang, tapi kalian secara perlahan membuat kami menjadi bumerang.

Kami generasi yang hancur dalam penyimpangan, hanya ingin mengatakan bahwa kami ingin kembali. Namun, semua jalan tertutup rapat untuk kami. Janji-janji manis mereka hanya melemahkan tegar kami. Sapa rindu yang hadir hanya menggoyahkan pendirian kami. Kami generasi yang hancur oleh belai lembut pencurian hanya mampu mendiam dan mendekam dalam diam yang hangat menyapa dan lelap dalam ketamakan manusia bejat seperti mereka.

Inilah curahan generasi yang dibungkam dalam penyimpangan. Apabila kami kesepian maka hanya bintang malam yang datang berkawan. Berharap sang mentari datang di pagi hari. Seharusnya saat ini kami tidak menjadi begini. Kelak kami berharap kami taklagi sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun