Mohon tunggu...
Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kisah sang Penunggang

13 Januari 2018   16:20 Diperbarui: 13 Januari 2018   19:12 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Muhammad Al Khaththat jelas kecewa. Namun, ia agaknya lupa, bahwa bab pertama pelajaran ilmu politik adalah pelajaran tentang cara menunggang.  

Para penunggang sejatinya adalah orang-orang yang cerdik. Meski mereka kuat, tetapi mereka enggan bertarung dan berhadapan langsung. Mereka sudah menghitung risiko. Dengan menunggangi aksi -apalagi aksi yang dibalut dengan label agama, mereka tak perlu lagi repot berteriak-teriak dan kepanasan. Mereka cukup duduk sambil minum kopi dan tinggal menunggu hasil besok. Jika pesta itu usai dan masih ditemukan ceceran piring kotor, para penunggang itu relatif aman. Mereka hampir tak tersentuh. Sehingga, tangan mereka pun tetap bersih.  

"Tapi, kan, mereka sudah bertransaksi sebelumnya?"

Jika masih belum paham, saya cuplikkan pernyataan Nikita Khrushchev. Ia mengatakan begini untuk semakin menjelaskan apa itu transaksi politik. "Politicians are the same all over. They promise to build bridges even when there are no rivers".

"Jangan lewatkan. Ikuti terus kelanjutan kisahnya .." kata saya kepada salah seorang kawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun