Sejak dahulu, saya suka mencari penjelasan ilmiah dan empiris tentang suatu hal. Saya ingin menjadi engineer." Katanya. "Namun, cita-citaku itu sekarang tersangkut di langit-langit kamar kontrakan...hahahaha...." katanya, lalu ia tertawa.
Kami pun tertawa.
Setelah setengah jam, akhirnya pak Rahmat minta ijin melanjutkan perjalanan. Ia bangkit dan menyalami kami. Aku hampir tidak tega melihat anak perempuan semata wayangnya yang duduk di tengah. Tubuh kecilnya nyaris tidak bisa bergerak, dihimpit tubuh orang tuanya. Aku memberinya sedikit uang saku untuk anaknya.
***
Malam semakin larut. Aku memandangi langit Jakarta yang gemerlap, diterangi lampu dari jendela gedung-gedung tinggi. Jika mengingat-ingat saat saya bersama mereka, mendengarkan kisah mereka, di sepanjang Pantura, saya tiba-tiba merasa sangat beruntung. Dalam sinar lampu malam yang samar-samar, atau dibawah sorot matahari yang terik, aku dapat dengan jelas mengamati wajah-wajah mereka yang kelelahan. Namun, saya yakin, mereka adalah para pejuang. Garis wajah mereka tegas, dan tangan mereka kasar. Mereka pasti bisa melewati jalan yang sulit.