Babarsari sore itu tampak ramai seperti biasa. Jalan yang dipenuhi deretan kafe kekinian, gerai kopi estetik, dan restoran all-you-can-eat, ternyata masih menyisakan satu rumah makan yang kokoh berdiri dengan papan nama besar bertuliskan: RM Padang Duta Minang. Dari luar, kesan pertamanya lumayan meyakinkan: halaman parkir cukup luas, bisa menampung mobil keluarga dan motor mahasiswa yang lapar seusai kelas. Dan yang paling penting---terutama buat emak-emak yang taat ibadah---ada mushola. Bahkan tulisan "Mushola" di pintu samping seolah menjadi magnet bagi yang ingin makan tanpa khawatir ketinggalan shalat Magrib.
Begitu turun dari mobil, saya sempat melirik tumpukan kerupuk jangek yang tinggi menjulang di balik kaca. Seperti menara kecil yang siap digerogoti siapa saja yang tak kuat menahan godaan gurihnya. Tapi yang bikin saya tersenyum bukan kerupuk, melainkan sebuah "penjaga kehormatan" yang dipajang di dinding: foto Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Lengkap dengan Garuda Pancasila di tengah. Sejenak saya bingung, ini rumah makan atau kantor kelurahan? Atau mungkin markas salah satu relawan yang juga jualan rendang sambil menunggu Pemilu berikutnya?
Ah sudahlah, ini Indonesia. Di sini, foto presiden dan wakil presiden bisa muncul di mana saja: di kantor, sekolah, pos ronda, bahkan di ruang makan sambil mengawasi Anda melahap gulai otak.
Langkah Pertama: Sambutan yang Tak Biasa
Baru saja kaki ini melangkah masuk, mata langsung disuguhi sebuah tulisan besar di tembok: "Rumah Makan Ini Asli Masakan Minang". Bukan sekadar klaim, ada sertifikat resmi dari Ikatan Keluarga Minang (IKM) yang menghiasinya. Logo gagah, warna mencolok, dan tentu saja semboyan klasik: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah." Rasanya seperti masuk ke ruang ujian di mana pengawas berkata, "Lihat, kami sudah tersertifikasi. Tak usah ragu, ini ujian asli, bukan bocoran."
Saya tertawa dalam hati. Sejak kapan makan rendang harus pakai lisensi? Apakah kalau tak punya sertifikat berarti rendangnya haram disantap? Pertanyaan ini menggelitik. Sebab di luar sana, restoran Italia tak pernah memajang surat dari "Asosiasi Pizza Napoli Internasional", atau restoran Jepang jarang memasang stempel resmi dari "Kementerian Ramen Dunia". Tapi RM Padang? Mereka serius soal keaslian.
Mungkin karena nama "Padang" terlalu sering dipakai siapa saja. Dari yang benar-benar urang awak sampai yang tak tahu beda antara rendang dan dendeng. Jadi sertifikat ini mungkin seperti SIM: biar jelas, yang boleh ngebut pakai nama Padang hanya yang sah terdaftar.
Pertanyaan: Dihidangkan atau Milih Sendiri?
Baru duduk, seorang pelayan mendekat dengan senyum ramah. "Mau dihidangkan atau milih sendiri, Bang?"