Dan barisan pelawak? Mereka mengingatkan kita untuk tetap manusia. Untuk tetap tertawa, meski berada di tengah upacara megah. Karena hidup tak harus selalu kaku.
Penutup: Sebuah Denting yang Harus Dijaga
Ketika matahari semakin tinggi dan suara gamelan perlahan mereda, saya melangkah keluar dari keraton. Di luar, kehidupan modern menunggu: kendaraan bermotor, kafe-kafe yang sibuk, dan gawai yang terus berbunyi. Namun di dalam sana, di balik tembok keraton, denting tradisi masih berbunyi.
Grebeg Maulid bukan sekadar tontonan. Ia pengingat bahwa kita punya akar. Bahwa di balik gedung-gedung beton, ada sejarah yang tak boleh putus. Tugas kita menjaganya agar denting itu tak pernah hilang.
Saya menoleh sekali lagi ke arah keraton sambil tersenyum. Sekitar pukul 11.00, saya meninggalkan keraton, kembali menyusuri gang Abdul, sempat mampir sebentar ke Pasar Ngasem, lalu tiba di rumah tepat sebelum salat Jumat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI