Kereta api di Jepang biasanya sangat tepat waktu, bahkan hingga ke menit dan detik. Namun sore itu kereta Yufuin no Mori 5 yang berangkat tepat waktu dari Hakata pada 14.38 harus tiba sebelas menit terlambat di stasiun Yufuin. Pukul 17.01 baru tiba dibandingkan jadwal pukul 16,50.
Kami segera turun dan sempat mengagumi stasiun kecil yang cantik ini. Bangunannya terbuat dari kayu warna hijau. Di bagian depan di atas pintu utama ada tulisan Yufuin Eki dalam aksara hiragana dan kanji.
Langit cerah biru dengan sedikit awan, walau sudah lebih pukul 5 sore, mentari masih bersinar terang di bulan Agustus. Kami segera ke hotel yang ada tepat di depan stasiun. Hotel ini unik---tanpa resepsionis tradisional, hanya pintu dengan kode PIN yang dikirim sebelumnya. Sentuhan futuristik di kota kecil ini terasa futuristik sekaligus praktis. Masukkan angka, pintu terbuka, koper diletakkan, dan kami kembali keluar. Tujuan pertama, Danau Kinrin atau Kinrinko.
Kami memutuskan naik taksi. Ongkosnya sekitar seribu yen---jaraknya tidak jauh , hanya sekitar 2 km saja dari taksi stop di depan stasiun. Sopir taksi, seorang pria berusia lebih enam puluh tahunan dengan wajah ramah, tak banyak bicara, maklum bahasa Jepang saya terbatas. Jalanan Yufuin terasa seperti lukisan hidup, hanya satu dua kendaraan yang lewat dan deretan toko-toko kayu yang juga terlihat hening .
Tidak lama setelah taksi meninggalkan area stasiun, kami memasuki Yunitsubo Kaido, jalan utama di Yufuin dengan deretan toko kecil bergaya Jepang tradisional di kiri-kanan, menjajakan suvenir, manisan, dan es krim susu segar yang terkenal di Yufuin.
Di kejauhan, siluet megah Gunung Yufu berdiri gagah, puncaknya seolah menyentuh langit biru yang bersih, sementara awan tipis menggantung manis di sekitarnya. Pepohonan hijau dan ladang kecil di sela-sela rumah kayu memberi kesan damai, seakan waktu berjalan lebih pelan di sini. Semakin dekat ke Danau Kinrin, udara berubah lebih sejuk, dan aroma khas belerang dari pemandian onsen yang tersebar di sekitar jalan mulai tercium samar, memberi isyarat bahwa keindahan alam dan budaya Jepang berpadu harmonis di setiap sudut Yufuin.
Turun taksi, kami berjalan beberapa langkah, lalu Danau Kinrin menyambut. Airnya memantulkan cahaya senja yang kian pudar. Uap tipis naik dari permukaan, menandakan adanya mata air panas yang memberi kehidupan bagi danau ini sepanjang tahun. Tenang. Hening. Seperti dunia yang hanya ingin berbicara dalam bisikan. Hanya ada beberapa orang di danau ini seakan danau ini dipersembahkan hanyabuat kami. Saya berdiri sejenak di tepian danau, membiarkan semua rasa menyerap masuk: kelelahan perjalanan, sisa adrenalin dari gempa kecil tadi, dan kesadaran bahwa momen ini tak bisa diulang.