Pelajaran dari Jepang dan Tantangan Indonesia dalam Menghadapi Sejarah
Satu pelajaran penting dari Jepang adalah keberanian mereka membangun monumen dan taman peringatan yang secara terbuka mengingat masa kelam perang dan penjajahan. Mereka mengakui sejarah secara utuh, menjadi fondasi bagi perdamaian dan rekonsiliasi.
Sebaliknya, di Indonesia, kita masih sering menghindar dan malu menghadapi sejarah kelam. Hingga kini belum ada monumen nasional resmi yang mengingat secara menyeluruh tragedi pembantaian PKI 1965 maupun tragedi Mei 1998 --- peristiwa yang juga meninggalkan luka mendalam.
Alasan sosial-politik yang kompleks, termasuk sensitivitas etnis dan politik, mungkin menjadi kendala. Namun, tanpa pengakuan dan pembelajaran resmi melalui monumen, risiko lupa dan terulangnya sejarah kelam itu semakin besar.
Penutup: Menjadi "We" yang Bertanggung Jawab
Pesan di prasasti Hiroshima mengingatkan kita bahwa perdamaian bukan hanya tugas mereka yang pernah mengalami perang, tapi tugas kita semua. Menjadi "we" yang sejati berarti membuka ruang untuk memahami, merangkul perbedaan, dan belajar dari sejarah.
Indonesia, dengan segala kompleksitasnya, memiliki tantangan besar untuk berani mengakui masa lalu, membangun monumen dan ruang peringatan, serta menumbuhkan semangat rekonsiliasi yang tulus. Hanya dengan begitu, kita bisa memastikan tragedi kelam tidak kembali menghantui generasi mendatang.
Mari kita jadikan peringatan bom atom ini bukan sekadar mengenang, tapi sebagai panggilan bagi kita semua untuk menjadi "we" yang lebih besar---yang hidup berdampingan dalam damai dan harmoni.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI