Sementara warga biasa diblokir karena rekeningnya "tidur" tapi punya sejarah, rekening-rekening yang saat ini aktif dan digunakan secara terang-terangan untuk transaksi judi online justru masih bergerak dengan leluasa.
Situs-situs judi daring tidak berhenti beroperasi. Mereka terus memutar uang dengan jaringan yang sangat terorganisir dan cair. Hari ini mereka pakai satu rekening, minggu depan sudah ganti. Transaksi disebar dalam jumlah kecil ke banyak akun. Banyak dari rekening itu tidak atas nama pelaku utama, melainkan atas nama "joki rekening", yaitu orang-orang yang bersedia meminjamkan identitas atau bahkan menjual akses rekeningnya.
Hingga laporan PPATK sampai ke penyidik, rekening itu sudah tidak digunakan. Uang sudah berpindah. Nama pemilik sudah hilang di balik jejak digital yang kusut. Dan seperti berulang kali terjadi, pelaku utama tak pernah tersentuh.
Bukan karena sistem tidak ingin menindak, tapi karena sistem ini terlalu lambat untuk kejahatan yang bergerak cepat. Akibatnya, tindakan yang bisa dilakukan justru dilakukan ke arah yang paling mudah: memblokir rekening-rekening yang tidak melawan. Yang tidak aktif. Yang tidak membantah. Dan sayangnya --- yang tidak bersalah.
Antara Indonesia dan Tiongkok: Dua Pendekatan Berbeda
Kalau kita menengok ke Tiongkok, negara itu memang dikenal sangat keras dalam menindak kejahatan digital dan keuangan. Di sana, bank bekerja langsung sama dengan otoritas keamanan. Ketika ditemukan pola transaksi mencurigakan --- termasuk untuk judi, scam, hingga pencucian uang --- rekening langsung dibekukan dalam hitungan jam, bahkan menit. Kadang tanpa pemberitahuan.
Namun meski terkesan represif, pendekatan Tiongkok lebih mengarah ke rekening aktif yang sedang digunakan untuk kejahatan, bukan rekening lama yang sudah tidak dipakai. Mereka menggunakan algoritma dan sistem pengawasan real-time untuk mendeteksi pergerakan mencurigakan, bukan hanya jejak masa lalu.
Di Indonesia, proses pemblokiran harus melalui PPATK, kemudian ke penyidik, lalu barulah bisa meminta bank membekukan rekening. Ini sistem yang legal, sesuai hukum, tapi juga pelan dan rawan salah sasaran. Dalam ketergesaan, tindakan preventif berubah menjadi tindakan pembiaran atas kekeliruan.
Rakyat Kecil yang Tersingkir Diam-diam
Yang paling menyakitkan adalah bahwa warga biasa --- yang mungkin hanya pernah menerima transfer dari seseorang, atau yang tak sengaja menjual rekeningnya karena tekanan ekonomi --- menjadi korban kebijakan yang tidak memberi ruang untuk penjelasan. Mereka tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Mereka bahkan tidak tahu bahwa rekening mereka masuk daftar.
Mereka bukan tikus, tapi rumah mereka ikut terbakar.