Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Taman Pringgondani dan Ajaran Lao Tze di Rumah Oei

5 Juli 2025   22:48 Diperbarui: 5 Juli 2025   22:48 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penginapan di Roemah Oei: dokpri adalah 

"Kalau ingin menangkap ayam, jangan dikejar.
Kita akan lelah, dan ayam pun makin menjauh.
Berikanlah ia beras dan makanan,
nanti ia datang dengan rela."

Begitulah rezeki.
Jangan terlalu diburu dengan ngotot dan gelisah.
Melangkahlah baik-baik, keluarkanlah sedekah,
maka ia akan datang --- menghampiri, tepat waktu.

Kutipan ini saya baca di papan kayu kecil di salah satu sudut Roemah Oei, masih di serambi di dekat taring jin. Pesan ini sangat dekat dengan ajaran Lao Tze: bahwa hidup bukan soal mengejar, tapi soal selaras dengan semesta. Hari itu, Roemah Oei bukan cuma rumah, tapi ruang belajar yang lembut. Rumah yang mengajari kita kembali pelan-pelan --- tanpa suara, tanpa ceramah.

Gerai Es Ronde, dan Jejak Rasa Masa Lalu

Kami melanjutkan jalan jalan di Roemah Oei dengan masuk ke taman belakang. Di dekat pintu masuk sempat ada petunjuk bahwa di sini juga ada penginapan bernama Wisma Pamilie. 

Penginapan di Roemah Oei: dokpri adalah 
Penginapan di Roemah Oei: dokpri adalah 

Sebelum melangkah ke taman belakang, kami melewati lorong yang ramai oleh gerai makanan tradisional. Ada onde-onde wijen hangat, dan aneka jajanan khas Lasem. Tapi satu yang mencuri perhatian adalah gerai es ronde.
Biasanya, ronde disajikan hangat --- bola-bola ketan isi kacang dengan kuah jahe --- tapi di Lasem, ia hadir dalam versi dingin. Disajikan dengan serutan es dan sirup gula merah, es ronde tropis ini seperti metafora Lasem itu sendiri: akulturasi yang manis dan menyegarkan.
Aroma jahe, wijen, dan kelapa parut memenuhi udara sore. Sambil berjalan, kami menikmati kudapan yang bukan hanya mengisi perut, tapi juga mengisi ingatan akan masa kecil dan kehangatan keluarga.

Taman Pringgondani: Ruang Luas untuk Ingatan
Lorong kecil itu berakhir di sebuah ruang terbuka yang rindang. Di depannya berdiri papan kayu:
TAMAN PRINGGONDANI LASEM
Pringgondani --- nama kampung halaman Gatotkaca dalam dunia pewayangan Jawa --- tiba-tiba hadir di jantung rumah peranakan Tionghoa. Di sinilah saya sadar, Lasem menolak dikotakkan oleh satu identitas. Ia adalah pertemuan Jawa, Tionghoa, Belanda, dan siapa pun yang mau tinggal dan hidup berdampingan.

Wisma Pamilie: dokpri 
Wisma Pamilie: dokpri 

Di tepi taman, berdiri bangunan dua lantai yang anggun dan bersahaja. Inilah Wisma Pamilie, penginapan yang menjadi bagian dari Roemah Oei. Di depannya tergantung papan hitam bertulisan Hanzi emas:
(bin zh rui gui)
"Tamu datang, ibarat tinggal di rumah sendiri."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun