Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pagi di Stasiun Tawang, Warisan Keindahan dalam Ancaman Air Laut

28 Juni 2025   05:45 Diperbarui: 28 Juni 2025   05:45 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Stasiun Tawang adalah langganan rob. Air pasang dari Laut Jawa yang menggenangi Kota Lama, terutama saat hujan deras bersamaan dengan naiknya air laut. Dulu, saya pernah membaca tulisan seorang teman yang menceritakan perjuangannya menembus banjir setinggi betis demi mengejar kereta di stasiun ini. Banjir bukan sekadar gangguan, tapi menjadi ritual musiman yang harus dilalui penumpang dan warga sekitar.

Meski begitu, saat saya tiba pagi ini, stasiun tampak kering dan bersih. Petugas kebersihan dan keamanan berjaga di pintu keluar. Sejumlah kru berseragam biru dari KAI berdiri berbaris rapi menyambut kedatangan kereta pagi lainnya. Saya melangkah keluar dengan rasa syukur---setidaknya hari ini, rob sedang tidak mampir.

Semarang: dokpri 
Semarang: dokpri 

"Semarang," demikian tulisan di dinding stasiun lengkap dengan jendela dan pintu besar warna coklat yang anti dan cantik berhiaskan keramik warna kuning hijau dan ornamen lengkung bermotif bata warna marun. Sangat serasi dan bernuansa jadoel yang kolonial.

Spoor : dokpri 
Spoor : dokpri 

Saya melihat sebuah toko dengan nama menarik: "SPOOR -- nasi tumpuk. kopi. mart." Nama ini mengingatkan pada kata Belanda voor spoorweg alias rel kereta api. Di dalamnya dijual makanan cepat saji, kopi, jajanan ringan, bahkan kerupuk dan oleh-oleh. Di sebelahnya ada gerai ayam cepat saji. Kombinasi modern di tengah bangunan tua.

Ubin-ubin dindingnya masih asli: kuning kehijauan bergaya art deco, dikelilingi lengkungan bata merah. Atap tinggi memberi rasa lapang, meski diisi begitu banyak elemen modern. Ini perpaduan yang menarik---warisan arsitektur kolonial dengan kebutuhan mobilitas masa kini.

Ka banyu biru : dokpri 
Ka banyu biru : dokpri 

Saya juga sempat melihat papan keberangkatan kereta di pagi itu yaitu kereta Banyubiru tujuan stasiun Solo Balapan dan kereta Kamandaka tujuan Cilacap.

Stasiun Tawang: Simfoni Kolonial di Tengah Kota Lama

Bangunan stasiun berdiri megah, tua namun tak kehilangan wibawa. Tiga lengkung besar dengan ornamen bata merah menyambut siapa pun yang datang. Di atasnya, terpampang nama "Semarang Tawang Bank Jateng" lengkap dengan logo KAI. Sebuah kombinasi yang menyatukan masa lalu dan masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun