Namun perjalanan jelajah makam belum selesai. Di dekat sisa pohon yang tumbang, ada nisan yang sekilas tampak lebih modern, milik Andre Josef Guillaume Henri Kostermnas, lahir di Purworejo tahun 1906, wafat di Jakarta tahun 1994. Makamnya bersih, rapi, dan ditata dengan ubin merah-putih-biru. Bendera Belanda? Atau justru simbol percampuran Indonesia-Belanda? Entahlah. Tapi kontrasnya mencolok dengan makam-makam lama yang mulai terlupakan.
Ternyata beliau adalah ahli botani yang pernah menjadi profesor di IPB dan juga memiliki nama Indonesia Achmad Jahja Goh Hartono Kostermans. Unik sekali karena walau ganti nama, singkatannya tetap sama yaitu A.J.G.H Kostermans.
Pada nisannya tertulis Born Dutch in Purworejo, died Indonesian in Jakarta.
Juga di bagian bawah tertulis Botanist philanthropist yang menunjukan profesi sebagai ahli tumbuhan sekaligus seorang dermawan.
Akhirnya , saya sempat memotret satu nisan tua yang sebagian besar teksnya sudah pudar: milik Johan Althofse Victor de Stuers, seorang pejabat penting Hindia Belanda. Tertulis "gewijd aan den echtgenoot" -- dipersembahkan kepada suami tercinta. Sebuah pesan sunyi dari masa lalu yang kini hampir tak terbaca.
Nisan ini bentuknya Unik karena mirip sebuah cawan atau mangkok dengan hiasan kelopak bunga dengan tiara atau mahkota berbentuk piala di puncaknya. Sayang terlihat kurang terawat dengan banyak lumut di tubuhnya.
Tidak terasa sudah lebih satu jam saya di makam Belanda ini. Kalau ingin membaca makam makam yang lain bisa sampai sore atau malam. Masih banyak tempat lain yang belum dikunjungi kembali.
Yang jelas kalau sempat mampir lagi ke Kebun Raya Bogor, saya pasti akan mampir lagi kesini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI