Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menembus Garis Batas 21: Abu Nawas Versi Bukhara

13 Oktober 2023   07:17 Diperbarui: 13 Oktober 2023   07:21 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto:  Agustunus Wibowo

"Tidak seperti di Samarkand yang lokasi hotelnya  agak di pinggir kota, kali ini kita tinggal di pusat kota tua dan ke mana-mana bisa jalan kaki,"  ini komentar Mas Agus sambil menemani rombongan membawa koper dan bagasi masing-masing menuju ke hotel kami di kota tua Bukhara. 

Suasana di sekitarnya memang mengasyikkan. Selain banyak restoran dan gerai makanan di sekitar Lyaby Hauz dan adanya kolam yang menyejukkan dengan Pohon Agus yang legendaris, di sekitar sini juga banyak mini market, restoran, dan juga toko suvenir dan bermacam fasilitas yang memanjakan turis yang berkunjung ke Bukhara,

Sambil berjalan kaki ini pula, pemandu wisata kamu, Guljan menjelaskan sekilas mengenai Sejarah dan asal usul nama kota Bukhara. Ada berbagai versi salah satunya adalah kata Bukhara berasal dari kata Vihara yang merupakan tempat ibadah umat Buddha.  Wah cukup mengejutkan mengingat kita jarang sekali mengasosiasikan kawasan Asia Tengah dengan Buddhisme. Ternyata pada masanya Asia Tengah dan Bukhara ini pernah menjadi pusat berbagai agama baik Zoroaster, Kristen, dan tentu saja Buddhisme.    Sementara itu menurut versi lain kata Bukhara berasal dari kata Bukhar yang dalam bahasa tukang sihir bermakna Sumber Pengetahuan. 

Di mulut jalan atau gang menuju hotel kami ada gapura dengan tulisan Khoja Nasrudin.  Demikian juga tepat di seberang hotel ada toko pakaian dan di sebelahnya ada dinding bertuliskan Khoja Nasruddin Chaixona yang merupakan sebuah Tea House.  Bertambah lagi satu kosa kata dalam bahasa Uzbek yang memakai kata Xona.    Nama Khoja Nasrudin sebenarnya tidak begitu asing buat saya walau tetap saja saya harus mengingat-ingat lagi siapa kah sebenarnya tokoh ini dan mengapa lumayan tenar dan termasyhur di Bukhara. 

Kembali ke sosok Khoja Nasrudin ini, di dekat kolam di Lyabi Hauz pun sempat saya lihat sebuah patung perunggu seorang lelaki yang sedang menunggang keledai.  Patung yang sekilas terlihat sangat jenaka ini mengingatkan saya akan sosok legendaris dari kisah 1001 malam, yaitu Abu Nawas yang sering hadir dengan kisah-kisah yang lucu tetapi mengandung satir yang sangat mendalam.   Kisah Abu Nawas dan Kalifah Harun Arrasyid sangat membekas dalam diri saya karena sangat saya gemari sejak usia dini.


Namun yang ada di Bukhara ini adalah sosok lain yang bernama Khoja Nasrudin. Walau sekilas mirip Abu Nawas. Menurut saya ini adalah Abu Nawas versi Uzbekistan  Penampakan   patung ini lumayan menarik.  Dengan memakai peci yang khas dengan wajah yang tersenyum jenaka. Khoja Nasruddin menunggangi keledai sementara tangan  kananya dalam posisi memberi hormat sambil diletakkan di dada sebelah kiri.  Tangan kirinya di angkat mendekati telinga seakan memberi kode tertentu dengan ibu jari dan telunjuk disatukan membentuk lingkaran kecil.  Wajahnya dihiasi brewok lebat yang khas memberikan nuansa sosok yang berwibawa.

Patung perunggu ini diletakkan di atas pedestal berbentuk persegi panjang dan hanya dua kaki keledai yang menyentuh dasarnya seakan menunjukkan posisi keledai yang sedang berjalan. Kaki sang Khoja memakai sepatu unik yang lancip khas era zaman 1001 malam. Sepatu seperti ini mungkin dinamakan sepatu Aladin. 

Di pagi atau sore hari, taman di jantung kota tua Bukhara di kawasan Lyabi Hauz ini selalu ramai.  Tepat di depannya ada Nodir Devonbogi Madrasah yang setiap malam menyelenggarakan acara pertunjukkan tarian dan nyanyian serta fashion show tradisional Uzbek yang dapat dinikmati sambil menyantap makan malam yang lezat. 

Ketika saya tanyakan kepada Guljan mengapa patung Khoja Nasruddin ini ada di Bukhara, dengan bangga Guljan menjawab bahwa beliau memang lahir dan hidup di kota ini, paling tidak demikianlah keyakinan rakyat Uzbekistan. 

Guljan juga kemudian menceritakan bahwa patung ini seakan memberikan roh dan aura kehidupan di kawasan ini. Melengkapi bangunan-bangunan cantik yang ikonis di sekitarnya.  Menurut cerita patung ini sudah menghiasi taman ini sejak 1979, ketika Uzbekistan masih menjadi salah satu republik Soviet. Pematungnya adalah Yacov Iosifovich Saphiro, seorang seniman kondang yang juga telah banyak membuat patung tokoh terkenal, seperti Lal Bahadur Sahsttri, Perdana Menteri India yang patungnya sekarang ada di Tashkent.   Selain itu banyak tokoh historis baik dari Uzbekistan maupun Uni Soviet yang patungnya dibuat oleh Saphiro, misalnya Ulughbek, Yuri Gagarin, bapak ruang angkasa Konstantin Tsiolkovsky dan juga kosmonot Vladimir Dzhanibeko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun