Asyik juga berjalan santai menuju ke Gua Jepang. Di sepanjang jalan ada berbagai fasilitas baik toilet maupun mushola yang sayangnya kondisinya sepertinya agak kurang terawat. Ad ajuga warung menjual jagung bakar dan berbagai kerajinan khas Sunda.
Gua Jepang pun tidak lama kemudian mulai tampak di sebelah kanan jalan. Mulut gua tidak terlalu besar dengan tulisan Gua Jepang. Ada beberapa mulut gua dan di depannya banyak pemandu wisata yang menawarkan jasa sekian juga menawarkan penyewaan senter. Â
Namun saya lebih suka menjelajah sendiri dan bisa menggunakan cahaya yang ada dari gadget saja.
Gua Jepang ini konon dibangun saat zaman Jepang dan dijadikan tempat perlindungan sekaligus mengatur strategi melawan belanda. Â Namun karena kondisi sangat lembab saya tidak masuk terlalu jauh dari mulut gua.
Dari gua Jepang, perjalanan tidak dilanjutkan ke gua Belanda melainkan kembali ke warung makanan di dekat musolah. Hujan rintik-rintik mulai turun, sambil menikmati goreng pisang dan kopi kami bersantai di warung.
Namun tiba-tiba saja beberapa ekor monyet datang menghampiri dan mengambil makanan yang tersedia di meja. Pemilik warung segera menghalau monyet-monyet itu, tetapi sesekali mereka masih semoat juga menyerbu dan mencuri makanan.
Ketika hujan mulai reda, saya berjalan menuju ke plaza terbuka dan kemudian melihat sebuah monumen dengan patung dada Ir. H. Juanda .