Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ini yang Akan Terjadi Jika Aturan ERP Diterapkan di Jakarta

11 Januari 2023   12:01 Diperbarui: 11 Januari 2023   16:55 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ERP atau jalan berbayar (Shutterstock)

ERP atau Electronic Road Pricing merupakan sebuah kebijakan yang sebenarnya wacananya sudah cukup lama ada di Jakarta. 

Konon sejak tahun 2012 sempat mencuat namun kemudian menghilang tidak tentu rimbanya. Namun pada 2023 ini kebijakan ini tampak kian matang lengkap dengan nama-nama jalan yang akan dikenakan kebijakan ini.

Ada 25 Jalan utama yang mungkin identik dengan jalan yang selama ini berlaku ganjil genap. Bila ERP diterapkan, apakah ganjil genap juga masih diterapkan dan bagaimana teknis pelaksanaan? Apakah di setiap pintu masuk ke jalan tersebut akan dibuat semacam pintu tol untuk mengutip biaya, atau digunakan pintu elektronik yang otomatis memotong pulsa seperti di ERP di Singapura?

Kebijakan ERP di Jakarta memang unik karena sudah ada jalan tol dalam kota dan juga kebijakan ganjil genap sementara cakupan transportasi umum masih amat sangat jauh dari memadai. 

Dengan kehadiran LRT Jabodebek nanti cakupan transportasi umum berbasis rel bertambah di Jakarta dan sekitarnya, tetapi sebenarnya masih amat sangat terlalu sedikit. 

Saat ini banyak di antara kita yang terlalu membanggakan MRT yang ada di Jakarta yang baru ada satu jalur dengan panjang 16 kilometer. Tentu belum dapat dibandingkan dengan MRT di Singapura atau kota besar lainnya seperti Moskwa, London, Paris, New York atau bahkan Shanghai dan Beijing.

Untuk masyarakat, pilihan menggunakan kendaraan pribadi atau umum sebenarnya tergantung banyak faktor. 

Bagi yang tidak punya kendaraan pribadi tentu tidak ada pilihan selain naik kendaraan umum. Namun bagi yang punya tentu bisa memilih dan mengadakan kalkulasi antara biaya, waktu, tuntutan pekerjaan dan juga kenyamanan. 

Bagi yang harus kerja berangkat malam atau pulang jam 2 pagi, pilihan menggunakan kendaraan pribadi mungkin tidak dapat dielakkan.

Menggunakan kendaraan pribadi roda empat memang biasanya lebih mahal karena harus membayar parkir yang mahal, tarif tol dan lain sebagainya. Tetapi pilihan pindah ke kendaraan umum juga belum tentu menyelesaikan masalah. Bisa saja jadi tidak praktis dan tetap mahal karena harus menyambung dengan taksi atau ojek online karena tempat tinggal belum terjangkau transportasi umum. 

Dalam hal itu menggunakan kendaraan pribadi masih menjadi satu-satunya pilihan. Bahkan kalau tidak mampu menggunakan kendaraan roda empat, roda dua merupakan pilihan yang paling ekonomis.

Tergantung berapa besar tarif ERP dan jam berapa saja ERP itu diterapkan, maka kalau memang nanti akan jadi diterapkan pasti akan mempengaruhi kebiasaan para penglaju di Jakarta. Pertanyaannya apakah selama ini transportasi umum di Jakarta itu kekurangan penumpang sehingga semua orang dipaksa naik transportasi umum? 

Ada baiknya kita lihat jalan-jalan apa saja yang akan dikenakan ERP dan kemudian membuat sebuah simulasi. Misalkan jalan MH Thamrin Sudirman atau Rasuna Said yang banyak perkantoran, tentunya pasti akan dikenakan ERP dan diharapkan orang ke sana menggunakan angkutan umum seperti MRT Trans Jakarta atau LRT nanti kalau sudah beroperasi pada Juni atau Juli 2023.   

Untuk mereka yang selama ini sudah menggunakan transportasi KRL atau Trans Jakarta, mungkin dikira tidak ada pengaruhnya. 

Tetapi karena lokasi stasiun KRL dan LRT juga belum mencakup banyak lokasi, masih banyak yang harus menyambung dengan taksi online atau ojek online. 

Maka bagi biasanya menggunakan sambungan taksi online maka dapat dipastikan akan mengubah kebiasaan ini dan menggunakan ojek online.

Bagi yang penghasilannya sudah lebih cukup, pengenaan tarif ERP berapa saja sebenarnya tidak berpengaruh, kalau jalanan menjadi sepi mereka akan senang, seperti mereka sangat bahagia ketika diterapkan ganjil genap karena pada umumnya sudah siap dengan kendaraan yang digunakan khusus untuk hari ganjil dan genap. 

Kebijakan ini hanya berpengaruh untuk kelas menengah ke bawah yang mungkin punya kendaraan tetapi penghasilan masih diambang batas. Bertambahnya pengeluaran dengan harus membayar ERP mungkin akan mengubah kebiasaan mereka.

Dan solusi yang paling murah adalah menggunakan motor atau kendaraan roda dua. Kendaraan ini merupakan kendaraan yang paling ekonomis. Selama motor juga belum dikenakan ERP atau belum dilarang untuk masuk Jakarta, dapat dipastikan jumlah motor akan bertambah lagi bila ERP dikenakan. 

Sementara itu untuk jalan-jalan yang terkena ERP tetapi termasuk kawasan yang bukan terlalu elite seperti kawasan Salemba Raya, Matraman, atau bahkan Jalan MT Haryono, dampaknya akan cukup banyak terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan tersebut.

Yang jelas tujuan pemerintah untuk menerapkan ERP sudah sangat baik dan harus didukung. Tetapi harus dibarengi dengan memperbanyak dan mempercepat pembangunan transportasi umum harus lebih masif lagi. 

Frekuensi layanan TransJakarta ke berbagai kawasan juga harus diperbanyak. Jangkauan LRT,  MRT dan KRL pun sudah waktunya diperluas dengan membangun banyak jalur dan stasiun.

Nah untuk itu marilah sejenak kita bermain dengan data. Berapa banyak penduduk Jakarta atau bahkan Jabodetabek. Dan berapa banyak yang menggunakan transportasi umum seperti trans Jakarta, KRL LRT dan MRT. Berapa kapasitas MRT, LRT dan KRL?  Serta berapa banyak yang menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat.

Nah ketika mencari data yang akurat ini saya sempat sedikit kaget karena banyak sekali data yang menunjukkan jumlah yang berbeda-beda. Namun anggap saja bahwa pengguna KRL adalah sekitar 1,2 juta orang per hari pada 2022.

Nah jumlah ini diharapkan meningkat menjadi 2-3 juta orang per hari. Menambah jumlah pengguna tentunya tidak semudah perkiraan. Salah satunya adalah dengan menambah kapasitas baik frekuensi perjalanan, jumlah gerbong, atau juga jumlah jalur dan jumlah stasiun. 

Lalu bagaimana dengan pengguna Trans Jakarta?

Menurut berbagai sumber, jumlah pengguna Trans Jakarta juga sudah mencapai angka sekitar 800-900 ribu orang per hari. 

Sementara pengguna MRT Jakarta juga masih sangat sedikit yaitu sekitar 65 ribu orang dan bahkan LRT Jakarta juga masih sangat sedikit. Pengguna ini akan bertambah banyak jika jaringannya ditambah lagi. 

Untuk meningkatkan jumlah ini tentunya perlu ditambah lagi jalur dan jumlah bus, mengingat pada jam-jam sibuk tetap saja pengguna harus berdesakkan.

Melihat data di atas sebenarnya rasio pengguna transportasi umum di Jakarta masih belum signifikan dibandingkan dengan pengguna kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua. Salah satu penyebabnya adalah karena jangkauan dan ketersediaan yang masih belum merata dan waktu tempuh serta keharusan pindah-pindah moda yang masih belum baik.

Kalau kita membandingkan peta kota Beijing dan Jakarta, kita akan kaget dengan banyaknya stasiun Metro atau MRT di sana. Bahkan jumlah penggunanya bisa 9 juta orang per hari. 

Belum lagi pengguna transportasi umum lainnya seperti bus dan kereta komuter. Tetapi kota itu tetap saja macet. Tentunya karena penduduknya juga banyak. Nah Jakarta pun tetap memiliki potensi untuk tetap macet kalau solusinya hanya ERP. 

Pembangunan MRT dan LRT saat ini masih dirasakan terlalu lama dan kurang masif. Seharusnya pembangunan itu yang dikebut. Kalau bisa Jakarta mempunyai ratusan stasiun MRT dan LRT serta ratusan atau bahkan ribuan kilometer jalur. Bila dalam setiap radius satu kilo meter paling tidak ada satu atau lebih stasiun MRT atau LRT, mungkin ERP bisa diterapkan dengan mulus dan orang kaya yang selalu ke mana-mana bermobil akan lebih bahagia karena tidak macet lagi. Sementara yang belum kaya tidak apa-apa pindah-pindah transportasi umum asalkan nyaman dan lancar serta jangan menguras kantong juga.

Yang menjadi makin miris adalah banyaknya kebijakan pemerintah yang seakan-akan saling bertentangan karena mencoba mengakomodir berbagai kepentingan. 

Mobil listrik misalnya yang seakan-akan sedang menjadi primadona dalam beberapa tahun ke depan ada wacana untuk diberi subsidi. Tentunya seharusnya jangan pernah ada subsidi untuk kendaraan pribadi.

Demikian juga wacana untuk menaikkan tarif KRL, jangan pernah ada rencana tersebut, kalau mungkin angkutan umum diberi subsidi sebesar-besarnya atau kalau mungkin gratis seperti di Luxembourg untuk mendorong masyarakat menggunakannya.

Tarif MRT sekarang ini juga masih tergolong mahal untuk Lebak Bulus Bundaran HI saja sampai 14 ribu Rupiah? Bagaimana kalau nanti sampai kota dan juga ada lagi koridor lainnya. 

Nah dengan rencana menerapkan ERP ini harus ditunjang dengan kebijakan lainnya. Integrasi tarif harus digalakkan lagi sehingga walau pindah-pindah moda kita tidak harus membayar lebih mahal. Dengan tentunya pilihan gratis tadi menjadi prioritas utama.

Demikian sekedar urung rembuk pendapat menanggapi wacana pemberlakuan ERP yang mungkin tidak lama akan diterapkan di Jakarta.

Bagaimanapun akan banyak yang setuju apabila tujuannya adalah mengurangi kemacetan dan memperbanyak penggunaan transportasi umum di Jakarta. Namun jangan sampai dengan adanya ERP ini membuat pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan kendaraan roda dua. 

Kata kunci untuk membuat orang pindah ke angkutan umum adalah harga yang terjangkau dan tingkat ketepatan waktu. Sementara ini kenyamanan masih nomor sekian. 

Pengguna transportasi umum mau tidak mau kita harus berpindah-pindah berapa kali dan seandainya harus menggunakan jasa ojol tetap saja lumayan mahal. Karena itu memperbanyak jaringan cakupan transportasi umum adalah kata kunci untuk membuat masyarakat mau menggunakan angkutan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun