Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Guangzhou: Tujuan Check In di Hotel, tetapi Diantar ke Restoran

4 Agustus 2022   08:51 Diperbarui: 4 Agustus 2022   09:07 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Guangzhou: Tempo.co

Ini adalah sebuah kisah yang sedikit menggemaskan, namun lucu dan tetap menarik untuk dikenang. Kisah perjalanan pertama kali ke negeri Tiongkok lebih seperempat abad yang lalu, atau tepatnya pada  Mei 1997. 

Walau sudah sering kali berkunjung ke Hong Kong yang kala itu masih di bawah kekuasaan Inggris dan dalam waktu kurang dua bulan lagi akan dikembalikan ke pangkuan Tiongkok, saya belum sempat mampir ke Tiongkok, baik ke Beijing yang lumayan jauh atau pun Shenzhen yang letaknya hanya di perbatasan.  

Akhirnya keinginan untuk berkunjung pun terlaksana pada Mei 1997 dengan tujuan berbagai kota seperti Guangzhou Guilin, Bejing dan Hangzhou.    Perjalanan sendiri berawal dan berakhir di Hong Kong.

Hari sudah senja ketika pesawat China Southern B757 saya yang terbang dari Bandara Kaitak mendarat di Bandara Baiyun di Guangzhou yang dulunya lebih dikenal dengan nama Canton.  Sebuah penerbangan yang sangat singkat karena jarak kedua kota itu sangat dekat dengan kereta kala itu ditempuh sekitar 3 jam sementara dengan pesawat hanya sekitar 30 menit penerbangan.

Bandara Baiyun kala itu masih terletak di pusat kota yang sudah dipenuhi bangunan pencakar langit di sekitarnya. Tidak mengherankan bila pada 2004 bandara ini ditutup di dipindah ke bandara baru dengan nama yang sama sekitar 20 kilometer di sebelah utara.   Ada hal unik yang baru saya ketahui kemudian bahwa Bai yun sendiri sebenarnya berarti Awan Putih. Sebuah nama yang cukup unik untuk sebuah bandara.

Kesan pertama akan bandara ini ketika saya mendarat adalah bandara lama yang khas negara komunis. Petugasnya berseragam mirip tentara dengan bahu warna hijau muda yang khas.  Sangat berbeda dengan seragam yang digunakan kemudian di tahun 2000-an. 

Bahkan ketika saya tiba di imigrasi, kala itu petugasnya belum tiba dan penumpang harus menunggu sekitar 5 menit kemudian, baru antrean bergerak. Yang unik lagi kala itu adalah ada dua orang petugas di imigrasi, yang satu hanya melihat visa, data dan foto di paspor, sedang petugas yang lain bertugas memberikan cap di paspor.  Dengan visa turis  yang dibuat di Kedutaan Tiongkok  di Jakarta. saya diizinkan tinggal selama 90 hari di Tiongkok.

Bandaranya tidak terlalu besar, Bandara Soekarno-Hatta jauh lebih megah. Setelah mengambil bagasi saya berjalan keluar mencari taksi. Bekal saya hanya sebuah alamat hotel yang ditulis dalam dua bahasa Inggris dan Mandarin.

Tiba-tiba saja seorang pria mendekat dan menanyakan tujuan serta menawarkan taksi.  Mula-mula saya menolak dengan hanya menggelengkan kepala. Tetapi lelaki berusia dua puluh tahunan itu terus menanyakan tujuan saya dalam bahasa Mandarin sehingga akhirnya saya menunjukkan alamat.  Dia kemudian menawarkan jasanya dengan menyebutkan angka 100 Yuan.    

Nilai tukar Yuan atau RMB saat itu terhadap USD adalah sekitar 8,28 Yuan per 1 USD sementara nilai tukar Rupiah sekitar 2000 IDR per USD.  Akhirnya dengan bahasa Mandarin seadanya saya menawar 50 Yuan dan setelah beberapa kali tawar menawar kami sepakat 70 Yuan.  

Akhirnya saya pun ikut lelaki itu keluar ke tempat parkit dan naik ke kendaraannya. Ternyata bukan sebuah taksi dan merupakan sebuah mobil minibus kecil mirip Suzuki Carry.  Kendaraan kemudian bergerak menuju ke pusat kota Guangzhou. Menuju ke salah satu hotel berbintang 4 yang beralamatkan di Liu Hua Lu atau Liu Hua Road.     Hari sudah gelap ketika kami tiba di kota. Lampu-lampu jalan dan jalan yang ramai menyambut saya di kota pertama di negeri Tiongkok yang saya kunjungi. 

Sekitar 30 menit kemudian kami tiba di di tepi jalan. Mobil into menunjuk ke sebuah tempat dan menurunkan saya di situ. Namun memang bukan lobi sebuah hotel.  Tetapi di bagian luarnya ada nama hotel dengan lampu-lampunya yang menyala sehingga saya yakin bahwa kami tiba di tempat yang benar.  Karena lelaki itu menunjuk ke bangunan itu akhirnya saya turun dan masuk.

Dan ternyata tempat yang ditunjuk adalah sebuah restoran yang memang ada di hotel. Ketika saya menunjukkan nama hotel dan menyatakan ingin cek ini, seorang gadis di restoran itu tersenyum dan kemudian mengantarkan saya ke lobi dan resepsionis yang jaraknya sekitar tiga puluh meter dari restoran dan masih di gedung yang sama. 

Rupanya sopir tadi tidak masuk ke lobi karena mungkin lebih praktis untuk menurunkan saya di samping jalan yang lebih dekat ke restoran. Dan karena kemampuan bahasa Mandarin saya yang hanya bisa mengerti angka-angka dan uang serta sopir yang tidak bisa berbahasa inggris menyebabkan saya harus cek ini di restoran.

Uniknya ketika dari hotel menuju ke Bandara untuk berangkat ke Guilin, kami menggunakan taksi dengan argo. Ketika itu kami hanya membayar 25 Yuan. Barulah saya sadar bahwa saya membayar lebih mahal untuk perjalanan dari Bandara Bai Yun ke hotel dan bahan harus cek ini di restoran.

Sebuah pengalaman yang jika dikenang setelah 25 tahun kemudian tetap lucu dan menarik.

Guangzhou, Mei 1997.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun