Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Alat Olahraga dan Raket Badminton di Alun-alun Kidul

6 Juli 2022   15:15 Diperbarui: 6 Juli 2022   15:16 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali mampir ke Yogya, saya selalu menyempatkan diri anjang sana ke Alkid alias Alun-Alun Kidul.  Tempat ini selalu memberikan kejutan yang menenangkan jiwa.

Perjalanan pagi itu dimulai dari Jalan Ngadisuryan.  Pintu gerbang berbentuk gapura mini dengan peringatan dilarang kencing di sini selalu menyambut, dan setiap kali melewati pintu kecil ini, saya harus menundukkan kepala karena dibuat dengan ketinggian yang minimal.

Spanduk Iduel Adha: Dokpri
Spanduk Iduel Adha: Dokpri

Di alun-alun, sebuah spanduk tentang penyelenggaraan salat Idul Adha 1443 H pada 9 Juli sudah terpampang dengan manis. Dimulai pada pukul 6.30 pagi lengkap dengan anjuran agar jemaah tidak lupa membawa uang untuk infak dan sodaqoh.  9 Juli 2022 juga bertepatan dengan Sabtu Legi. 

Wah banyak sekali gerai dan pedagang kaki lima di sekeliling alun-alun ini. Demikian pulan dengan warga yang bersantai sambil berolahraga jalan-kali atau jogging sambil berlari keceil mengelilingi lapangan di sebelah selatan kraton Ngayogyakarto Hadiningrat ini.

Alat Olagraga Rongsokan: Dokpri
Alat Olagraga Rongsokan: Dokpri

Akan tetapi, hal pertama yang menarik perhatian saya adalah banyaknya alat-alat olahraga yang beberapa tahun lalu bisa dimanfaatkan warga, sekarang sama sekali sudah tidak terawat dan dalam kondisi yang mengenaskan.  Semua mirip barang rongsokan di ruang publik. Selain itu kebersihan di sekitar tempat ini juga kurang diperhatikan.

Bakmi: Dokpri
Bakmi: Dokpri

Saya mulai melihat ke beberapa gerai, baik yang berbentuk rumah makan seperti Bakmi Plengkung Gading sampai ke gerobak dorongan ada semua di sini. Ada beberapa yang sudah ada sejak bertahun-tahun, namun ada juga yang belum lama berjualan di sini.

Di pojok jalan Ngadisuryan ada sebuah gedung yang digunakan sebagai kantor Forum Kerjasama Polisi dan Masyarakat Paksi Katon. Pintu pagar gedung ini tampak tertutup rapat walau di dalamnya banyak tertulis berbagai fasilitas umum seperti toilet.  Tepat di depannya ada gerobak penjual wedang ronde, warung rokok dan juga pecel khas Blitar.

Tepat di sudut jalan Patehan Lor ada gerobak yang menjual kueh Lekkericious Alkid seharga Rp. 1000 dengan latar belakang rumah yang menjual jasa musolah dan toilet dengan spanduk raksasa di bawah atap rumah.  "Musolah, Toilet bersih dan nyaman" demikian bunyi spanduk tersebut.

Dagangan di Alkid: Dokpri
Dagangan di Alkid: Dokpri

Saya terus berjalan dan menemukan gerobak Nasi pecel Mbok Nom, derai telur gulung dan aneka sosis, hingga soto ayam dan kemudian bertemu dengan persimpangan jalan Gading.  Kalau kita terus ke selatan, akan bertemu dengan Plengkung Gading, yang merupakan salah satu pintu masuk ke dalam benteng atau kompleks kraton.  

Di sini, saya memandang jauh ke utara, tampak Sasana Hinggil Dwi Abad yang seakan-akan diapit sepasang beringin tua yang sering dijadikan ajang permainan masangin, yaitu menutup mata dengan sapu tangan hitam dan berjalan menuju celah di antara kedua pohon beringin.

Saya kemudian berjalan ke arah selatan menuju ke Plengkung Gading. Di jalan ini ada berbagai kedai atau warung dan juga penjual baju loak di kaki lima. Tampak baju-baju tua yang kondisinya sedikit lusuh digantung dan dipajang dengan tulisan dijual.

Plengkung Gading: Dokpri
Plengkung Gading: Dokpri

Di ujung jalan, saya sampai di Plengkung Gading. Dua buah papan memberikan informasi bahwa ini adalah cagar budaya nama resmi nya adalah Plengkung Nirboyo sekaligus dengan ancaman denda   250 Juta atau kurungan 6 bulan bagi siapa saja yang merusak atau merubahnya.

Sayangnya sekarang tangga untuk naik ke plengkung ini sudah terkunci, saya masih ingat pernah naik ke tempat ini beberapa tahun yang lalu. Sama sekali tidak ada informasi lain atau sekedar sejarah Plengkung Gading ini.  Saya pun segera kembali ke utara menuju ke alun-alun dan melihat berbagai jenis makanan yang dijual di sana.

Gerobak: Dokpri
Gerobak: Dokpri

Berjalan sedikit ke arah timur, ada gerobak yang menjajakan Roti Maryam dan kemudian gerobak dorong bakso.  Ada beberapa orang yang sedang menikmati makanan dan di antara rongsokan alat olah raga terdapat tempat untuk duduk bersantai. 

Tepat di sudut tenggara ada sebuah toilet umum di bawah tanah dengan tulisan putra dan putri.  Penggunaan istilah putra dan putri jarang untuk toilet jarang sekali ditemukan di Jakarta atau tempat lain, tetapi masih sangat umum di kawasan Yogya dan sekitarnya.   Ada juga daftar harga menggunakan toilet yaitu Rp 2000 untuk buang air kecil.

Ketika saya sedang duduk santai di sini, seorang lelaki berusia sekitar empat puluh tahunan datang mendekati dan menawarkan barang dagangan yang unik, yaitu raket badminton. Lelaki ini menawarkannya dengan menggunakan bahasa Jawa kromo inggil yang mau tidak mau harus saya balas dengan sama hormatnya dengan kata "Mboten pak."

Toilet Umum: Dokpri
Toilet Umum: Dokpri

Saya meneruskan bersantai sambil sekedar melepas lelah, karena ini baru setengah perjalanan mengelilingi Alun-Alun Selatan ini. Alun-Alun yang di malam hari akan penuh dengan lampu warna-warni kendaraan hias yang selalu ramai dan meriah, apalagi di musim liburan sekolah seperti awal Juli ini.

Nantikan perjalanan paruh kedua di alun-alun kidul dalam artikel selanjutnya.

Yogyakarta, Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun