Gabus itu seperti tikus. Setiap ada celah, ikan itu bisa masuk dengan mudah. Bagi penangkar arwana pemula, ikan itu selalu dianggap hama. Saat memberi makan, penangkar jengkel bila gabus merebut jatah pakan.
Lebih khawatir bila memangsa anaknya yang berharga jutaan. Itu terjadi bila tanda-tanda keberadaan anak arwana tak terdeteksi. Demikianlah, ikan gabus  dianggap musuh yang mesti dibasmi.
Kok saya jadi lebih khusus mengulas gabus? Padahal rencananya isi tulisan ini untuk memberikan ketenangan hati kepada penangkar arwana yang khawatir merugi. Bila gabus memangsa anakannya yang berarti mengganggu sumber rezeki.
Begini!
Sesungguhnya gabus tak harus dimusuhi seperti tikus. Justru keberadaan gabus itu bagus. Bahkan boleh dianggap sebagai mitra usaha. Gabus memang predator bagi ikan kecil yang lengah tak berdaya. Apalagi anakan arwana.
Namun penangkar yang sudah berpengalaman pasti mengenali ciri-ciri arwana yang sedang mengerami telur di rongga mulutnya hingga jadi anakan. Belum sempat anakan itu dilepas berkeliaran, oleh pemilik kolam sudah dipanen duluan.
Hampir setiap air yang tergenang terdapat kutu air. Sebagian berstatus sebagai parasit bagi arwana. Di antaranya kutu jarum dan argulus. Dalam bahasa daerah kami, argulus dikenal dengan nama: kutu labi. Kutu itu menempel di sisik dan sirip. Membuat arwana terganggu dan cukup berbahaya.
Sebagai mitra, di sinilah gabus menunaikan tugas dan peranannya. Bak serdadu yang beregu, anakan gabus itu menyisir di pinggir air. Memakan kutu yang berenang bergentayangan.
Selain itu, anak gabus yang gerakannya lambat juga menjadi makanan lezat anakan arwana. Lebih lagi bila sama-sama di akuarium tanpa induk yang menjaganya.
Mungkin bila arwana bisa berpikir seperti manusia, ia akan bersemangat untuk kawin dan punya keturunan. Oleh sebab melihat kehadiran gabus sebagai sumber makanan. Ibarat orang bujangan yang optimis melihat masa depan.
(Taufikson Abakian Julakian)