Mohon tunggu...
Taufik Pradana
Taufik Pradana Mohon Tunggu... Peternak - Guha Nidhim Parivitam Asmani Anante

Penyeduh Badai, Penunggang Petir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengembalikan Kewarasan Indonesia Pasca Pandemi Covid-19

3 Juni 2020   11:31 Diperbarui: 3 Juni 2020   11:31 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Pandemonium", adalah judul sebuah karya music garapan Iga Massardi. Melalui lagu ini, Iga membuka system open source dan mengajak siapapun untuk berkolaborasi, berkreasi menggunakan #MusikPandemik ini. Iga adalah salah satu contoh sahih bahwa berkarya, pun bisa #DirumahAja dengan tetap membawa pesan dan energy agar kita semua tergerak untuk melakukan pelbagai hal positif untuk melawan Corona ini, ya salah satunya dengan campaign #DirumahAja.

Begitu chaos nya negeri ini sejak pengumuman resmi Presiden tentang kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret lalu, jauh mundur beberapa bulan ke belakang pun Covid-19 ini sudah mendapat atensi yang masif dari seluruh penjuru dunia. Bagaimana Indonesia menyikapinya?, mungkin pembaca setuju bahwa Indonesia sangat santai dalam menyikapi situasi ini, baik pemerintah maupun rakyatnya. 

Mengikuti perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia ini, praktis membuat kita bertanya-tanya, 'Kapan ini semua berakhir?. Sayang, langkah yang diambil Indonesia kurang masuk akal jika harus dibanding Negara lain yang lebih dulu menang melawan Covid-19 ini. Oke, kalau sudah sampai di titik ini, kita sebagai rakyat eloknya hanya bisa melakukan yang terbaik untuk pribadi dan masyarakat luas, patuhi anjuran pemerintah pusat dan berdoa agar semua baik-baik saja.

Lebih jauh lagi jika kita ingin menatap beberapa bulan kedepan ketika kita sudah bisa berkumpul dengan siapapun sambil bersalaman dan cipika-cipiki tanpa keraguan, akan tetap ada situasi dimana mental kita sudah terlanjur sedikit banyaknya terdistraksi oleh mimpi buruk ketika negeri kita diterpa Pandemi Covid-19 ini, 

Dikhawatirkan psikologi rakyat Indonesia terancam 'udah biasa ga bersosialisasi' jika ini terus disepelekan oleh kita bersama. Betul, psikologi rakyat Indonesia pasca berakhirnya wabah Pandemi Covid-19 ini akan seperti apa?. Maka dalam hal ini penulis beropini tentang pentingnya Psychology Positivity Campaign.

Psychology Positivity ini adalah suatu campaign konkret sebagai self healing yang hebat bagi seluruh rakyat Indonesia setelah Pandemi ini berlalu, melalui jembatan social media, bisa berupa artikel, podcast, music, dll. Jika berjalan dengan semestinya, campaign ini bersifat tanpa tedeng aling-aling, tak perlu jibaku yang berlebihan, namun memiliki maksimum result. Terlebih, perlu penulis sampaikan bahwa campaign ini akan terasa sedap karena jika berhasil, akan membuat rakyat Indonesia pulih dari mimpi buruk ini, rakyat Indonesia akan terlahir layaknya bayi dari Taman Eden.

Dengan angka penetrasi sebanyak 56% yang dikemukakan oleh WAS (We Are Social) & Hootsuite, kita bisa simpulkan bahwa setengah warga Indonesia sudah 'melek sosmed', terlebih lagi pengguna sosmed di Indonesia didominasi oleh usia 18-34 tahun dengan rata-rata 3 jam 26 menit perhari, yang bisa dimanfaatkan untuk mengakomodir campaign ini. 

Dalam hal ini sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat berpadu-padan menciptakan kerja sama demi terciptanya langkah-langkah untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk terhadap Psikologi rakyat pasca Covid-19. Intisari dari campaign ini adalah sebagai self-healing, mengembalikan energy positif dan menekan kemungkinan rakyat Indonesia akan menjadi ansos dan terganggu psikologinya.

Iga dengan musiknya, Najwa Shihab dengan talkshownya, Deddy Corbuzier dengan podcastnya, adalah beberapa contoh sahih campaign positif yang bisa kita tingkatkan eskalasinya ke tingkat nasional, tentunya perlu kerja sama dengan pemerintah, agar psychology positivity campaign ini bisa berdampak baik dan masif. Sehingga, seluruh rakyat Indonesia tetap waras dan berada pada  kultur social yang menjadi identitasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun