Mohon tunggu...
Taufik Bilfaqih
Taufik Bilfaqih Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Yayasan Alhikam Cinta Indonesia | Politisi PSI

| Pembelajar |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi dan Sistem Pemilu Kita sebagai Arah Baru Indonesia

7 Maret 2018   00:41 Diperbarui: 7 Maret 2018   01:02 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: seruji.co.id

Perubahan politik di Indonesia mulai terjadi pada masa reformasi. Saat itu Indonesia melihat harapan baru menuju demokrasi, setelah lebih dari 30 tahun berada dalam cengkraman bayang-bayang Orde Baru. Masa ini ditandai dengan turunnya Soeharto dari kursi presiden pada pertengahan tahun 1998. Konsolidasi demokrasi pun didesak setelah berakhirnya rezim Orde Baru tersebut.

Sebagian kalangan menyebut kondisi demikian sebagai masa transisi. Masa di mana muncul setelah rezim otoriter runtuh. Inilah masa yang krusial. Dimana demokrasi menjadi hal yang dipertaruhkan. Demokarasi dikondisikan menjadi aturan main dalam ber Indonesia. Proses konsolidasi demokrasi ini tidak berjalan mulus, bahkan sedemikian rumit. Jalan menuju demokrasi butuh waktu panjang dan kesabaran sebuah bangsa demi cita-cita Indonesia.

Jatuhnya Suharto yang kemudian digantikan dengan pemerintahan Habibie, menjadi momentum untuk mendesak melakukan pelembagaan demokrasi. Maka lahirlah sistem pemilihan umum (pemilu) sebagai salah satu hal terpenting dalam pelembagaan demokrasi tersebut. Melalui pemilu ini bangsa Indonesia mengharapkan lahirnya pemerintahan yang legitimate, sehingga mampu membawa ke alam demokrasi. Pemilu pun dianggap menjadi instrumen dalam mengelola konflik.

Kini, masa reformasi, pemilu di Indonesia dilakukan dalam siklus lima tahun sekali. Maka selang lima tahun ini pun terjadi pergantian elit politik. Sementara itu, dalam proses pelembagaan pemilu tersebut, partai politik (parpol) mempunyai peran sentral. Melalui parpol wajah baru kandidat pejabat politik pun bermunculan. Hal ini memang merupakan salah satu fungsi partai untuk menyiapkan calon pejabat politik. 

Dengan demikian, kendaraan utama dalam mendapatkan jabatan politik adalah partai politik itu sendiri. Oleh karena itu, kemudian muncul juga tuntutan untuk menerapkan liberalisasi politik di Indonesia pada masa reformasi. Hal ini kemudian diakomodasi dengan sebuah kebijakan yang longgar dalam pendirian partai politik. Akibatnya muncul banyak parpol dalam era reformasi.

Pada tahun 1999, pemilu di Indonesia masih berada pada sistem proposional tertutup. Dampaknya calon legislatif (caleg) parpol yang berada di urutan teratas, bisa didepak, kendati parpol itu jelas-jelas memperoleh suara cukup untuk dibagikan kepada para caleg yang telah tersusun di daftar. Sementara itu, pada tahun 2004 terjadi sebuah pembaharuan dalam sistem pemilu Indonesia, yakni proposional semi terbuka. Nanti pada tahun 2009 dan 2014 sistem pemilu menjadi proposional terbuka. Perbedaan mendasar sistem pemilu sebelumnya dengan agenda pemilu pada tahun 2019 adalah formula penghitungan.

Dari 10 kali menggelar pemilu sejak 1955 sampai Pemilu 2014, pada 2019 nanti Indonesia akan menggunakan formula penghitungan SainteLague. Jika sebelumnya menggunakan formula hitung kuota hare bilang pembagi pemilih diketahui dari hasil jumlah perolehan suara seluruh partai dibagi jumlah kursi yang diperebutkan, maka  SainteLaguebilangan pembagi pemilih menggunakan angka-angka ganjil 1,3,5,7 dst. 

Penghitungan berbasis perolehan suara masing-masing parpol pada setiap dapil. Perolehan suara parpol yang menentukan nasibnya sendiri. Sedikitnya ada lima langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan formula penghitungan suara Sainte Lague ini diantaranya:

  1. Menjumlahkan suara sah caleg dari masing-masing parpol dan suara yang mencoblos parpol tersebut sebagai jumlah suara sah yang diperoleh parpol;
  2. Jumlah suara sah parpol tersebut dibagi dengan bilangan ganjil dimulai dari angka 1, 3, 5, 7, dst;
  3. Hasil pembagian tersebut diurutkan berdasarkan jumlah suara terbanyak yang diperoleh parpol dan dibagikan sesuai dengan jumlah kursi yang diperebutkan di dapil;
  4. Suara terbanyak pertama mendapat kursi pertama, suara terbanyak kedua mendapat kursi kedua, suara terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi.
  5. Kursi yang diperoleh parpol akan didistribusikan pada calon yang memperoleh suara terbanyak di parpol tersebut.

Sainte Lague merupakan sistem proposional daftar terbuka dengan penentuan calon berdasar suara terbanyak. Dengan metode ini, caleg perempuan bisa lebih dikenal, mendorong kedekatan dengan konstituen, pengalaman kompetisi politik subtantif dan aktif. Masa depan Indonesia bergantung pada sistem penghitugan ini. Namun, tantangan lain yang tak pernah surut adalah  money politicsserta Persaingan intra dan ekstra partai. Dari sini, bangsa kita akan tetap teruji.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun