[caption id="attachment_306548" align="aligncenter" width="469" caption="sumber: www.merdeka.com"][/caption] Peringatan hari AIDS sedunia pekan lalu, memang meninggalkan jejak suram di Indonesia. Pekan Kondom Nasional yang diselenggarakan, entah oleh Kemenkes ataupun pihak swasta, seolah mengingatkan kita bagaimana terpuruknya moral Bangsa Indonesia. Apalagi kegiatan tersebut berembelkan 'Nasional', sehingga ini menjadi gejala se-nusantara. Coba lihat sisi positifnya saja, walau agak susah. Kegiatan ini mengungkapkan tabir bahwa sex bebas sudah sangat merajalela di tanah air kita, bahkan mungkin tidak bisa disembuhkan, dan terus meningkat. Jika kegiatan sex bebas ini tidak bisa diminimalisir, jadi ya kegiatannya itu yang 'diamankan'. Dari sex bebas menjadi sex bebas dan aman. Ternyata benar, memang tidak ada sisi positifnya! Sebenarnya ada fakta mengejutkan yang terungkap pada peringatan hari AIDS sedunia di Indonesia. Yaitu adanya fakta bahwa golongan yang rentan terjangkit HIV adalah kelompok ibu rumah tangga. Bayangkan, profesi yang semulia itu, bisa menjadi kelompok yang rentan terjangkit HIV. Pertanyaannya kenapa?! Ini dikarenakan para suaminya adalah golongan hidung belang, hidung binatang, dan otak mesum, yang suka 'jajan' di warung remang-remang. Akhirnya yang jadi korban adalah para ibu rumah tangga. Dan malangnya, akan terwarisi kepada bayi-bayi mungil yang didalam kandungan para ibu tersebut. Suami macam ini, pantasnya dilempar dari atas Monas. Mungkin judul yang saya tuliskan ini agak gila dan sedikit tidak waras, dan lebih lagi susah/tidak mungkin diwujudkan. Tapi daripada saya juga ikut-ikutan nulis yang bernada menghujat kegiatanPKN tersebut,walaupun sangat ingin, lebih baik saya nulis solusi yang praktis walaupun agak 'nyeleneh'. Fakta yang menguak bahwa ibu rumah tangga bisa menjadi kelompok yang rentan terjangkit HIV sangat tentu sangat memukul hati. Karena dari tubuh merekalah, generasi penerus dilahirkan. Jadi anggap saja, tulisan ini adalah bentuk solusi untuk proteksi bagi ibu rumah tangga dari ancaman terjangkitnya HIV. Lebih jauh lagi, mungkin solusi praktis ini berfungsi juga untuk menurunkan angka jumlah tuna susila dan para pelanggannya. Tuna susila disini diartikan sebagai pekerja seks yang menawarkan dirinya melalui jasa 'penyalur' atau sering disebut sebagai Germo. Kegiatan transaksi ini memang sudah memiliki sistem administrasi yang rapih, dan ada beberapa bahkan terdapat campur tangan pemerintah daerah. Untuk mengendalikan kegiatan ini, yang dilakukan pemerintah adalah mendata para pekerja, layaknya sensus, pada daerah-daerah lokalisasi. Sayangnya, pendataan ini dirasa belum cukup. Karena yang berada di lokalisasi bukanlah hanya pekerja, tapi juga pelanggan. Para pekerja mungkin tidak akan keluar dari daerah lokalisasi, tapi para pelanggannya inilah yang akan membawa hasil sex bebas mereka ke lingkungan luar, bisa jadi ke keluarga mereka. Dan pada akhirnya hasil sex bebas tersebut tersebar tanpa disadari. Walaupun mungkin dapat tantangan keras nantinya, data pelanggan ini juga patut untuk disensus. Agar para pelanggan tidak sembarangan dengan bebas 'jajan', dikarenakan efek malu yang akan didapat jika sampai data mereka tersebar. Tapi penulis rasa ini sangat cukup untuk menurunkan angka transaksi 'sex bebas' yang ada. Coba bayangkan, database pekerja seks dan para pelanggannya ini bisa dihubungkan dengan aplikasi Android, dan bisa diunduh secara gratis. Setiap nama bahkan bisa diselidiki hubungannya dengan dunia 'esek-esek' tersebut. Maka proteksi terhadap hubungan keluarga pun akan terjaga. Para suami tentunya akan berpilir lebih jika ingin menggunakan service para pekerje seks tersebut, karena takut kehiangan keluarganya. Tentunya para ibu rumah tangga pun akan dapat melacak bagaimana kelakuan suaminya ketika tidak ada di rumah. Dan dapat mengambil tindakan yang tepat manakala memang suaminya sudah pernah 'jajan' ke perempuan lain. Sisi lainnya yang akan timbul adalah memang warung remang-remang ini akan berkurang jumlahnya, dan itu adalah hal baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI