Banyak orang mengira penyembuhan berarti menghapus seluruh jejak luka.
Padahal, itu hampir mustahil.
Luka yang pernah membentuk kita akan selalu meninggalkan bekas—
baik di ingatan, maupun di hati.
Menerima berarti mengizinkan bekas itu tetap ada,
tanpa lagi membiarkannya menjadi alasan untuk berhenti hidup.
Kenapa Menghapus Justru Menyakitkan
Semakin kita berusaha keras melupakan,
semakin ingatan itu justru melekat.
Otak kita tidak pandai memahami instruksi “jangan pikirkan itu,”
karena setiap kali kita berkata begitu,
kita justru memanggil kembali gambar, suara, dan rasa yang ingin kita hindari.
Menerima adalah jalan yang lebih lembut:
mengakui bahwa masa lalu adalah bagian dari cerita hidup kita,
dan bagian itu tidak perlu dibuang untuk kita bisa bahagia.
Mengubah Hubungan dengan Luka
Ketika kita menerima, luka itu tetap ada,
tapi posisinya berubah.
Dulu ia berada di depan, menghalangi pandangan kita.
Sekarang ia bergeser ke belakang, menjadi latar.
Kita masih bisa melihatnya jika menoleh,
tapi ia tidak lagi menutup cahaya dari depan.
Menerima bukan berarti kita setuju dengan apa yang terjadi.
Bukan berarti kita merelakan semua kesalahan orang lain.
Menerima adalah memilih tidak berperang dengan kenangan setiap hari,
karena perang yang terus-menerus hanya akan membuat kita lelah.
Hidup yang Lebih Ringan
Saat kita berhenti menghapus,
kita berhenti memaksa hidup menjadi “sempurna” tanpa masa lalu.
Kita mulai memberi ruang untuk bahagia meski ada bekas luka.