Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Ketenangan Secara Kolektif

25 Mei 2021   19:00 Diperbarui: 25 Mei 2021   19:12 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak akan ada yang selesai pencarian menuju ketenangan, sekalipun sudah mendapatkan sebagian dari ketenangan yang diperlukan dalam setiap agenda wirid dan sholawat yang telah berjalan. Bagaimana mungkin kedamaian dapat dipegang? Sementara hal yang diprioritaskan merupakan sesuatu yang berasal dari hal lain. Setiap orang setiap hari bekerja dengan gayanya masing-masing, tetapi mereka tidak bisa merasa tenang karena sesuatu yang dicari tidak pernah ditemukan.

Dalam putaran ke-76 Selasan ini, ketenangan menjadi kesan pertama ketika menuju dan tiba di tempat Mba Yani, Dusun Sirahan, Salam. Suasana yang sepi dan hening seolah mewakili pemaknaan dasar akan ketenangan. Namun, apakah ketenangan hanya berbatas pada gambaran keadaan lingkungan? Berarti kalau Selasan sendiri selalu menciptakan suasana yang riuh gemuruh dengan wirid ataupun sholawatnya, tidak adakah salah satu yang bisa menikmati ketenangan yang didapat?

Sedangkan kebersamaan menurut Kanjeng Nabi adalah rahmat. Menurut Rumi di dalam bukunya Fihi Ma Fihi dinyatakan bahwa Kanjeng Nabi selalu berusaha keras mengupayakan kebersamaan, karena di dalamnya ada ikatan bersama ruh besar dan pengaruh luas yang tidak dapat dihasilkan individualitas dan pengasingan.

Dalam Majelis wirid dan sholawat Maneges Qudroh atau Selasan ini, ajakan hanya berwujud poster. Terlepas dari itu, semua dulur-dulur yang berkumpul memiliki indikasi niat yang mungkin hampir sama, yakni mengupayakan kebersamaan, meskipun berbeda skala perjuangan dan spektrum ruang kebersamaannya. Namun berkat upaya-upaya tersebut, Selasan menjadi ruang pertemuan intens mingguan yang memperkuat ikatan paseduluran satu dengan yang lainnya.

Karena Selasan di tempat Mba Yani merupakan Selasan pertama setelah Hari Raya Idul Fitri, beberapa dulur memanfaatkan momentum kebersamaan ini menjadi ruang untuk saling maaf-memaafkan sebagaimana budaya lebaran pada umumnya. Pencarian fitrah selalu menjadi cerminan dalam kebersamaan, hingga akhirnya terasa kenyamanan ataupun ketenangan.

Apapun yang dilakukan bersama dalam Selasan ini tak lebih merupakan salah satu pekerjaan yang menjadi sebab turunnya ridlo-Nya. Tidakkah yang dilakukan dalam Selasan --melalui wirid, sholawat, dan  silaturahmi--- tak lain hanya demi keamanan dan perlindungan bagi agama? Dengan terus menghidupkan dan menjaga budaya-budaya yang semakin kehilangan tempatnya oleh hingar bingar kemajuan zaman.

Dan upaya secara fisik dan juga materi yang sudah dilakukan bersama tersebut, adakah yang lebih utama selain memberikan ketenangan bagi orang muslim? Ketenangan yang tercipta pun pada akhirnya akan membuat orang muslim dapat menyibukkan diri mereka untuk lebih taat kepada Allah Swt. Dia telah membuat dulur-dulur dalam Selasan selalu berupaya untuk melakukan perbuatan baik ini hingga putaran ke-76 ini. Dan upaya berbuat baik secara kolektif ini pun merupakan salah satu tanda kebaikan yang diberikan oleh Tuhan.

Ketenangan akhirnya menjadi bagian yang melekat dari dalam Selasan, yang tidak lagi bergantung pada situasi yang ada pada luar diri. Ketenangan bukanlah gambaran suasana sekitar kita, melainkan bagaimana kita berupaya menciptakan ketenangan dari dalam diri, secara individu ataupun kolektif. Seolah terdengar sapaan-Nya, "Wahai jiwa yang tenang!" (89-27). Sebagaimana pandangan dan pencariannya selalu mengarah pada perjalanan yang mengarah untuk kembali mengingat eksistensi Tuhan, dengan bekal hati yang radliyatan-mardliyatah.

Ya Allah Ya Mannanu Ya Kariim.  Kalau bukan atas segala karunia-Mu dan kemurahan-Mu, dengan cara apa lagi kita mampu mendekatkan diri kepada-Mu? Kebaikan apa lagi yang akan Engkau tunjukkan untuk menunjukkan segala kuasa-Mu? Dengan segala kelembutan-Mu yang meliputi segala ketenangan batin, tiada daya ataupun kekuatan selain kecuali dari-Mu untuk menjadikan kami bagian dari golongan hamba-hamba-Mu.

***

Dusun Sirahan, 18 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun