Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Kemuliaan Diperoleh karena Akal?

14 Juli 2020   16:23 Diperbarui: 14 Juli 2020   16:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: unsplash/karthikeyan-k

Mayoritas dari kita pasti akan memahami jika manusia diciptakan sebagai makhluk paling mulia karena diberikan akal. Akal yang sebenarnya tidak bisa dibatasi dengan sifat sehat - tidak sehat atau cerdas dan sebaliknya. 

Akal digunakan untuk memikirkan segala sesuatu untuk menunjang tugas yang diberikan sebagai khalifah di muka bumi. Bisa juga sebagai filter, untuk merangkai huruf-huruf menjadi kata, kalimat, hingga akhirnya menemui makna dalam kalimat yang tersaji.

Tapi dengan keadaan yang semakin carut marut, adakal akal berfungsi sebagaimana mestinya? Ketika segala sesuatu yang sudah dilakukan pasti disertai dengan ridho-Nya, dengan pengaplikasian laku yang sudah pasti lebih banyak mengarah dan condong ke kebaikan, mengapa selalu saja terjadi benturan-benturan keilmuan? 

Alat pun tak lebih dari sekedar alat bantu bagi manusia. Yang akhirnya menjadi sebuah masalah yang berkepanjangan dan saling menabung dendam pelampiasan.

Salah seorang Guru pernah mengatakan bahwa dalam kehidupan ini, terdapat satu nilai yang tidak dapat dilupakan. Jika nilai tersebut nantinya terlupakan, maka segala sesuatu yang dilakukan akan berakibat tidak terselesaikan.

Segala laku dalam perjalanan mengarungi kehidupan dari gerbang kelahiran hingga batas kematian, pada akhirnya menjadi kurang bermakna sekalipun sudah terselesaikan segala tugas yang sudah diamanahkan.

Dalam firman-Nya telah dikatakan, "Dan kami telah muliakan anak-anak Adam." 

Bayangkan, jika dari tiap-tiap bagian dari alam semesta selalu bertasbih kepada Sang Pencipta, mengapa tidak gunung-gunung yang gagah perkasa yang mendapat kemuliaan? Atau samudera yang hampir mampu menjaga segala daratan dengan dekapannya? Bukan pepohonan yang selalu tumbuh menuju sumber cahaya? Mengapa manusia justru memberanikan diri untuk menerima amanat untuk mengkhalifahi tempat tinggal ini?

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan amat bodoh." (33:72)

Manusia memanggul amanat atas segala pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh selainnya. Lantas kenapa manusia tetap saja dholim seperti yang diungkapkan dalam sepenggal ayat di atas? Karena mereka menganggap dirinya mampu untuk menyelesaikan segala pekerjaan-pekerjaan yang dipanggulnya. Meski mereka akan menyangkal dengan beberapa pekerjaan yang terselesaikan di antara banyak pekerjaan yang telah dilakukannya.

Akal seringkali hanya digunakan demi keuntungan diri. Akal sering digunakan untuk meniru sebuah ilmu demi sebuah kemenangan atau kekuasaan. Akal digunakan untuk memanipulasi rona-rona kesejatian, demi kepuasan hasrat diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun