Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Hanya Tersisa Kata "Maaf"

5 Maret 2020   16:35 Diperbarui: 5 Maret 2020   16:35 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: lelahbersajak.com

"Apakah mungkin aku telah lulus mencintanya?" Tama saat itu menanggapi.

Dan pada kenyataannya, saat ini angan itu tepat berada di depannya, menyapanya, menghampirinya. Layla, angan yang selalu menjadi wujud manifestasi rasa cinta seorang Tama kepada Tuannya.

"Tam tam..." sayu si Layla sembari mencoba menepuk kaki si Tama yang terlihat melamun. Wajah Tama pun seketika memerah, seolah tersadar bahwa Dia sekarang ada di depannya. Bahkan tangan dengan jari-jemari yang mungil itu telah menggetarkan kekosongannya. Angan itu seakan menerobos batas-batas realitas yang mungkin selama ini Tama bangun sendiri.

Dengan sedikit kebingungan, Tama pun mencoba mencari pelarian,"Oh iya, ada apa kamu kemari?"

"Bukannya tadi aku sudah jawab ya, Tam. Kamu gak percaya sama aku?" Layla pun mencoba menggertak, meyakinkan Tama agar niat sebenarnya tidak diketahui. "Kok malah terlihat bingung sih?" lanjutnya.

"Eh, maaf... Aku lagi mikir rasanya koq uda lama kita gak bertemu, padahal belum lama ini kita sempet ketemu ya di Gunung. Waktu itu kamu sama si Rendi." Balas Tama.

"Waw, iya po Tam? Tumben-tumben kamu Laa mau keluar sama si Rendi. Biasanya aja sok jual mahal." Sahut Priska.

"Apa sih kamu, Pris! Oh iya, gimana kabar Antok, dimana dia sekarang?" sambung Layla.

Mereka pun akhirnya saling berhasil menyembunyikan apa yang sebenarnya ingin diungkapkan dengan membicaakan pertemuan waktu itu. Mereka saling membalas senyuman dan tatapan. Meskipun ada Priska, tetapi mereka tetap asyik berdua. Priska, sahabat lama Layla itu pun memahami keadaan Layla. Dan mencoba untuk memberi waktu serta ruang bagi mereka agar dapat menikmati perjumpaan yang bisa membuat sahabatnya sebegitu senangnya.

Selama pembicaraan itu, Tama hanya menerka dalam hati, "Akankah Engkau berikan jawaban ini?" Begitu pun dengan Layla yang mencoba untuk mencari celah untuk mengajukan sebuah tanya,"Adakah sesuatu yang kamu ingin sampaikan kepadaku langsung, Tam? Tentang makna dari semua yang telah kau tuliskan kepadaku." Tapi, baik Tama maupun lama tak ada yang berhasil mengutarakan apa yang ada di benak masing-masing.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun