Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebenaran yang Berhala

20 Desember 2019   16:33 Diperbarui: 20 Desember 2019   16:39 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keadaan menuntun masyarakat tenggelam dalam banjir ilmu sebagai akibat dari kemudahan untuk mendapatkan informasi, yang berimbas kepada meningkatnya intelektualitas maupun mentalitas yang mumpuni. Kebenaran pun menjadi hasil untuk semaksimal mungkin menghindarkan diri dari kesalahan. Jika kebenaran merupakan sebuah hasil, lantas masihkah kita menganggap kebenaran yang sejati? Adakah kebenaran-kebenaran itu offside seolah telah menjadi berhala layaknya patung-patung sesembahan yang mesti kita tebas?

Oleh karena itu, kita juga membutuhkan spiritualitas sebagai akar pohon intelektualitas yang semakin melangit. Spiritual dapat dijadikan sebagai sebuah jalan untuk menyampaikan do'a serta rasa cinta kepada Tuhan, Kanjeng Nabi, sanad keluarga bahkan kepada ruh-ruh yang kita imani di segala penjuru semesta ini yang tidak mungkin kita jangkau dengan mata pandang. Sekalipun spiritual bersifat pribadi ataupun sesuai dengan kadar kesiapan bekal yang dipersiapkan.

Spiritualis tidak bisa diukur dengan takaran komunitas, karena hasil dari spiritualitas sendiri akan kembali kepada pribadi masing-masing. Tidak semua akan menumbuhkan buah yang sama, bukankah ketika saya (misalnya) mencariNya dengan berjalan, maka Dia akan menjemputku dengan berlari? Disini yang terpenting adalah kebersamaan untuk saling belajar dan tumbuh bersama sehingga menjadi kebahagiaan tersendiri. Hati yang saling ikhlas akan terbentuk dengan sendirinya untuk saling menjaga.

Kami hanya segelintir manusia yang Masya'Allah atas kadar maiyah, yang mempersiapkan diri dengan kesiapan bekal tawakkal, sabar, dan taqwa. Dengan jarak perjalanan yang sangat amat jauh sehingga membutuhkan konsistensi serta keistiqomahan untuk menyelaraskan diri pada kehendak Allah Qahirun 'ala ibadiHi.

Masih adakah kebenaran kecuali hanya milikNya? Sementara manusia hanya akan berjalan menemukan kebenaran yang sementara, karena pemahaman tentang benar itu sendiri merupakan kesalahan yang belum dipertemukan.

Mencoba melihat tokoh-tokoh anime superhero, seperti Pokemon, Goku (Dragon Ball), Naruto, atau bahkan Luffy (One Piece), selama perjalanan mereka selalu menemukan rintangan baru lagi setelah berhasil melewati musuh sebelumnya. Kekuatannya selalu berkembang menyelaraskan dengan kekuatan musuh yang semakin kuat. Apakah mereka melakukan revolusi atau evolusi? Apakah Pikachu merevolusi diri apa ber-evolusi?

Mereka pasti melakukan latihan dari kekalahan-kekalahan yang dihadapinya. Manusia tak mungkin sanggup hidup dengan mengalami kemenangan terus-menerus. Pasti sesekali akan menghadapi kekalahan dan rasa sakit. Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak sesuai rencana itulah makanya kita butuh pendalaman spiritual.

Lantaskah adakah pengaruh rutinitas sembahyang dengan spiritual? Tentu tergantung konteks cara pandang apa yang dipakai. Kompleksitas zaman membuat semua serba terbalik. Sembahyang yang dilakukan semakin modern semakin kehilangan entitas dan nilai dari sembahyang itu sendiri karena banyaknya tendensi-tendensi kepentingan dirinya. Sembahyang bukan berlandaskan cinta maupun kerinduan, melainkan demi kepentingan atau citra diri sendiri.

Tentu saja hal tersebut tidak salah, tidak ada benar ataupun salah karena cara Tuhan menyatukan kembali dari sekian banyak jalan sering menjadikan kesalahpahaman. Terserah Tuhan juga kan mau mengumpulkan kembali para hambanya seperti apa dan bagaimana, atau lewat jalan mana, menggunakan medan rintangan seperti apa. Semua itu karena rasa cintaNya, namun manusia yang terlanjut merasa benar sering mengutuk iman yang tidak sejalan. Walaupun tipikal manusia seperti itu juga menjadi pembelajaran bagi manusia ruang yang mampu menampungnya sebagai media pembelajaran untuk lebih mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Jangan  jadikan kebenaran-kebenaran itu sebagai sesuatu yang berhala. Apalagi merasa Tuhan selalu berada dipihakmu. Dia Maha Adil, bukan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun