Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Daun Gugur Itu Mencinta

16 Desember 2019   16:27 Diperbarui: 16 Desember 2019   16:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tiada senja karena terhijabi oleh kerumunan mendung yang sudah semakin akrab seiring waktu. Nanti malam minggu katanya, rencana sejoli untuk merajut cerita akan tergores lebih mengenang seiring dengan gemuruh gludhug. Adalah tentang perjuangan mewujudkan sebuah pertemuan disaat tirai hujan menghadang. Atau tentang kemesraan yang menjadi manifestasi hasrat kerinduan dan rasa saling berbagi asih.

Terlebih jika sesuatu yang terkasih sudah dapat dipastikan jika ia menunggu kehadiranmu, berlipat-lipat energi pasti menjadi kekuatan sendiri untuk mewujudkan sebuah perjumpaan. Namun, bagaimana jika tidak ada kepastian akan rasa rindu yang sama? Apakah masih sia-sia perjuangan tersebut? Atau dari keadaan tersebut, apakah level cara mencintamu sedang diuji?

Banyak manusia mengaku rindu kepada Tuhannya, namun kerinduannya kepada sesama hambaNya masih penuh dengan tendensi. Padahal, seharusnya rasa kepada sesama hamba menjadi representasi atas rindu kepada Tuhannya. Apakah di dimenasi rasa, manusia masih berfikir untuk mencari keuntungan bagi dirinya?

Jika cinta ya cinta saja, kalau kangen, ya kangen saja. jangan pernah berharap untuk mendapatkan balasan rasa yang sama. Dari situlah ketulusan menjadi yang sejati. Sedang manusia selalu saja ingin melakukan pembelaan atas rasa yang diyakininya dengan mencurahkan apa yang dirasa kepada orang lain. Sedang Ia, Tuhanmu, berpesan, "jika kau ingat Aku, maka Aku akan duduk disampingmu."

Benar saja jika rasa cinta juga akan menghadapi kompleksitas masalah yang terus berkembang. Tidak hanya zaman yang membutuhkan asupan jawaban, begitupun dengan rasa. Dan pada akhirnya kekuatan maupun kedalam rasa akan menjadi pijakan untuk mewujudkan pertemuan-pertemuan, sekalipun manusia hanya melangkah tanpa kepastian rindu, kecuali kepada "Yang Maha".

Dari yang dirasa jauh menjadi dekat, yang mustahil menjadi mungkin apabila ketulusan untuk mencari menjadi bekal dalam sebuah perjalanan. Seolah angin menjadi tunggangan yang membawamu menuntaskan rindu yang dirasa. Cahaya menjadi petunjuk arahmu yang menuntun sekalipun dalam kegelapan asa. Bahkan semesta, yang tadinya diam, seketika menjadi teman yang selalu menghiburmu sepanjang perjalanan cinta.

Di saat yang dicinta selalu bergerak menemani, bagaimana bisa kau hanya duduk terdiam merenungkan diri?

Di saat yang dicinta selalu menebar asih, bagaimana bisa kau hanya hobi berprasangka dan fitnah?

Di saat yang dicinta selalu membawa kesejukan, bagaimana bisa kau justru membawa bara api kesombongan dan kecemburuan.

Tapi, terkadang Tuhan hanya mengingatkan, "barangsiapa diberi petunjuk maka tak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan, tak akan ada yang bisa memberinya petunjuk."

Lalu adakah yang bisa menumbuhkan rindu atau yang bisa menciptakan cinta kalau bukan Sang Maha Pemilik Rasa? Sedangkan manusia hanya bermain-main dengan prasangkanya. Ketika semua rasa adalah karya Sang Empunya, maka hanya kesadaran bahwa segalanya adalah milikiNya-lah yang tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun