Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mantra Kehancuran

2 Oktober 2019   16:20 Diperbarui: 2 Oktober 2019   16:40 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bukan aku to?" Gus Welly tiba-tiba memotong.

"Emang kamu kenal langit, Gus?" mereka tertawa sejenak sembari meracik tembakau aka nglinting untuk menemani bincang senja kala itu.

Bewol menceritakan bahwa sebenarnya kebencian terhadap dirinya disebabkan atas sebuah pandangan yang erat kaitannya dengan manusia nglangit yang sedang bingung. Dia sedang linglung dengan segala keresahan dan pencariannya. Karena sudah merasa nglangit, kebenaran pandangannya jadi susah untuk diinterupsi. Terlebih cintanya terhadap diri sendiri. Tentang naluri manusia mencari sebuah kenikmatan dan kenyamanan bagi dirinya sendiri. Sekalipun, dia memahami ada seseorang yang sedang membutuhkan kehadirannya. Namun, diacuhkan begitu saja karena ego cintanya kepada dirinya sendiri.

"Kebencian terhadap diriku muncul ketika hatiku sakit. Kenapa aku mesti memperdulikannya? Sedang aku yang tidak tahu apa-apa ini hanya mencoba memahami bahwa itu adalah bagian dari proses pengembaraannya."

"Terus, bukankah hal tersebut adalah hal yang wajar? Tidak semua bisa memiliki cakrawala pandangan sepertimu. Bahkan aku sendiri meski kamu memanggilku 'Gus'. Tapi bagiku, kamu lebih nampak seperti Kiai, dengan ayat-ayatNya yang tidak terfirmankan." Puji Gus Welly terhadap Bewol.

"Ngawur! Kamu tahu apa yang ada dipikaranku sekarang. Ia nampak seperti penjilat. Jadi pikiranku ini seharusnya langsung bisa mematahkan pandangan Kiai terhadapku." Tanpa disadari Bewol sepertinya sudah mampu mengindahkan perasaannya.


"Penjilat seperti apa yang kamu maksud jika ia seorang yang cintanya justru menghijabi asihnya sendiri terhadap semesta, terutama karena ia telah mengetahui bahwa ia sendiri telah diharapkan, namun lebih memilih diam tanpa rasa kerelaan untuk berkorban. Nglegoni (setidaknya ada usaha untuk membuat lega yang mengharapkannya."

"Bisa penjilat idealisnya sendiri, penjilat kebenaran, bahkan penjilat Sang Messiah."

Benar bahwasanya Rasulullah diutamakan. Tapi, aktualisasi yang dapat diwujudkan dari keutamaan Beliau adalah akhlaknya. Salah satu cara kita merasa dekat bukan dengan bertapa/berkholwat. Tapi teruslah mengasihi segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Dan dari status kata-kata di media sosialnya nampak seperti merapalkan mantra kehancuran. Lantas, bagaimana kalau itu tidak hanya seseorang, melainkan ribuan bahkan jutaan manusia?

2 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun