Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Khawatir Tidak Kebagian Berkah, Kita Sesama Manusia yang Berjuang!

27 September 2019   16:10 Diperbarui: 27 September 2019   16:16 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribun News

Ada satu hal yang menarik dan unik dari gelombang demonstrasi jilid ini dengan poster-poster yang unik. Akan tetapi, sangat jarang menjadi pembahasan bahkan headline di surat kabar media massa. Kecuali hanya foto-foto yang terpampang dengan judul berita yang menjual. Bahasan tentang RKUHP ataupun kerusuhan yang terjadi pasti akan lebih banyak menarik perhatian pembaca daripada apa yang saya perhatikan.

Kita semua pasti sangat mengetahui peran media sebagai penyebar suatu kabar atau informasi. Tentang baik atau buruknya sebuah konten bukan menjadi pertimbangan utama, karena mereka lebih memprioritaskan keuntungan dari banyaknya jumlah para pembaca dibandingkan dengan menyampaikan kebaikan. Menyebarkan keresahan lebih banyak menarik perhatian daripada menyebarkan kabar kebahagian. Dari situ pula mengapa infotainment akan hidup dan terus hidup, meski hanya mengabarkan sebuah gosip kehidupan seseorang yang terkenal.

Jika kita lebih memperhatikan tingkat kreativitas anak muda ini, dengan melihat apa yang tertulis dalam poster yang mereka bawa. Maka, kita akan melihat betapa mereka menyampaikan aspirasi mereka dengan cara yang membahagiakan dan bisa dibilang inovatif. Saya yakin ketika mereka menulis di poster-poster unik tersebut, pasti dengan semburat senyum atau mungkin tawa dari kawan-kawan seperjuangannya. Level kata-kata mereka bukan lagi sarkasme atau langsung blak-blakan seperti demo-demo pada umumnya. Tapi lebih memilih kata-kata satir atau mengibaratkan sesuatu. Sehingga tak sembarang orang yang mampu memahaminya. Jadi maklum saja, kalau ungkapan satir yang disampaikan para mahasiswa belum tentu mampu dipahami oleh para wakil rakyat jika tidak se-frekuensi.

 Keberanian itu muncul sebagai akibat dari persamaan rasa atas ketidakadilan kebijakan yang dibuat dengan mengatasnamakan nama wakil rakyat. Mewujud sebagai sebuah gerakan masa, menyatu atas nama perjuangan. Sepertinya mental supporter keluar atas kesamaan rasa. Tak mau timnya kalah dalam permainan ini. Meskipun, bukan skor yang diperebutkan dalam pertandingan kali ini, akan tetapi rasa kenyamanan atas nama logika pemikiran tentang sebuah aturan kebijakan. Ndilalah, kali ini banyak memiliki pembenaran perspektif yang sama. Hingga tidak perlu lagi merasa berjuang sendirian. Hingga segala ekspresi itu dapat dilantangkan keluar sebebas-bebasnya menjadi fenomena keunikan tersendiri dalam peristiwa (yang katanya bersejarah) ini.

Tentu saja tak semua kelantangan tersebut akan didengarkan. Terkadang justru mereka yang diam dan menepi akan lebih terdengar. Untuk melawan, satu hal yang perlu diketahui adalah kita harus benar-benar mengetahui siapa lawan sebenarnya. Selanjutnya kita menakar diri ataupun dengan massa yang kamu ajak apakah cukup? Dengan memviralkan segala konten perjuanganmu, pembelaanmu atau pembenaran atas segala pemikiranmu tersebut mampu merubah situasi? Atau justru apa yang kamu kira sanggup mengobati luka tersebut, justru menambah penyakit. Justru menambah kemudharatan dan ketidakbermanfaatan. Bahkan, ternyata lebih banyak merugikan. Setidaknya terlihat jelas di banyak fasilitas yang dirusak oleh kelompok yang sedang melakukan perjuangan.

Kita sama-sama manusia, dan pada akhirnya sekali lagi berhasil diadu-domba. Perubahan? Bodo amat! Terlalu banyak berdiskusi tanpa mufakat, dan minimnya tindakan aktual selanjutnya yang jelas. Selalu saja berakhir seperti siklus yang berputar-putar terus. Padahal, banyak ilmu untuk menumbuhkan kedewasaan yang tidak bisa langsung disadari. Hukum yang diributkan tersebut merupakan buah tangan siapa? Kalau saja mereka menyempitkan kebebasanku sebagai manusia dengan hukum yang mereka buat tanpa persetujuanku (lagian siapa 'aku')! Yaudah, mungkin aku anggap hal tersebut akan melatih keprihatinanku.

Jangan Berharap Keadilan Terhadap Manusia. Teruslah Berusaha!

Saya memang cenderung tak peduli dengan aksi masa, meskipun rasa penasaran mengarahkan saya menembus barikade keamanan dengan menggunakan sepeda motor. Santuy. Kecendurungan manusia adalah mencari kenyamanan dan kenikmatan. Perselisihan selalu terjadi sebagai akibat berebut kenyamanan yang memiliki standarisasi yang berbeda bagi setiap insan. Aku hanya perlu lebih giat belajar menyesuaikan diri di setiap lingkungan tersebut.

Namanya juga pemerintah, jika disesuaikan pemaknaannya dengan kata imbuhan menjadi pe-perintah-an alias tukang perintah. Sejak kapan mereka menjadi fasilitator negara? Disaat mereka juga mencari pendapatan laba dari institusi kelembagaan mereka. Rakyat memang aset komoditas utama bagi si tukang perintah. Makanya, merdekakanlah diri dari yang suka memerintah. Kecuali mereka berganti nama menjadi pengayom atau pengasuh.

Sudah terlanjur terlontar kata caci-maki dan saling benci. Level menahan kata-kata cacian pun semakin meruncing. Semoga saja kata-kata itu sedang tidak berlaku dan tidak melesat layaknya do'a. Misi'nya' sementara ini terlihat sukses dengan menyulut perselisihan. Perspektif tentang benar dan salah akan menjadi jurang pemisah. Sekali lagi mereka akan saling menjatuhkan. Kemenangan adalah tujuan dari sebuah perselisihan, sekalipun masing-masing berangkat dengan niat kebaikan. Walanaa a'maluna walakum a'malukum, wanakhnu lahu mukhlishun. (Bagiku amalanku bagimu amalanmu, dan hanya kepadaNya kami tulus mengabdi.) Dan mencintai sesama para hamba sahaya adalah salah satu bentuk pengabdianku kepada yang memilikiku. Sekalipun kamu berusaha menindasku, merendahkanku, menikamku, bahkan membunuhku. Aku akan terus mencintamu!

Semua perjuangan ini dilakukan sebagi bentuk atas nama keadilan. Konflik dasar yang hampir berada di setiap generasi pada zamannya. Selalu ada yang merasa tertindas. Drama selalu tercatat dan terdokumentasi sebagai suatu pembelajaran sejarah. Atau bisa juga menjadi sesuatu yang manipulatif demi kepentingan jangka panjang pihak tertentu demi terjaganya kenikmatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun