Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan "Chaos" dari Generasi Tua bagi Generasi Muda

25 Agustus 2019   17:42 Diperbarui: 25 Agustus 2019   17:43 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika membicarakan tua ataupun muda, hal tersebut cakupannya masih terlalu luas. Tidak bisa digeneralisir hanya sebatas rentang usia, namun bisa juga mengenai pengalaman. Judul di atas terinspirasi oleh kaum golongan tua yang sepertinya mencoba memantik api untuk lebih menghangatkan suasana antara yang merasa tua ataupun yang merasa muda.

Saya yakin di setiap generasi memiliki masa dan tantangannya sendiri. Para kaum muda dengan penuh semangat juangnya masih sangat rawan untuk terbakar hingga terkadang lupa untuk mengendalikan. Dan kaum legend biasanya sanggup mengendalikan kobaran api para anak muda itu. Lihat saja mereka para intelektual akademisi muda yang hobi berdemo, lambat laun idealisme mereka sering terpatahkan ketika usia semakin beranjak tua.

Apa gunanya para generasi tua membajiri ilmu kepada generasi muda jika mereka lupa mengajarkan tentang cara untuk berenang? Pada akhirnya tidak sedikit generasi muda dengan kepintarannya hanya akan terhanyut oleh iming-iming merubah dunia. Berbeda dengan mereka yang berani keluar out of the box, belajar berenang sendiri agar tidak hanyut oleh chaos yang tidak berkesudahan.

Tentu ini hanyalah subjektifitas yang belum pasti juga kebenarannya. Hanya saja kegelisahan terus mencuat ketika dalam banjir bandang tersebut mereka semakin kehilangan dirinya sendiri. Mayoritas dari mereka umumnya takut untuk menjadi dirinya sendiri disebabkan oleh cara berfikir tentang ketidakpastian masa depan. 

Kami masih saja dididik oleh sebuah sistem yang memperebutkan peringkat dan memaksa kami mempelajari sesuatu yang tidak kami sukai. Kami dipertontonkan oleh perebutan kursi kepemimpinan yang penuh ujaran kebencian. Kami dipimpin oleh para penguasa politik yang suka membagikan amplop demi mempertahankan suaranya. Layaknya sudah menjadi suatu hal yang bukan tabu lagi. Dan ketika bersosial, hanya ada ghibah atau sibuk dengan eksistensinya sendiri-sendiri.

Di antara kami, banyak yang memiliki kiblatnya masing-masing. Ada yang pandai dalam sains, ada yang hobi bermain musik,  ada yang gemar berakting, ada yang berpotensi menjadi seorang sastrawan, dan lain-lain. Bahkan ada yang memiliki bakat sebagai seorang priyayi. Tapi lihat semua chaos itu, pada akhirnya mereka berbelok arah demi sesuap nasi, takut tidak mendapatkan pengakuan dan direndahkan, sampai tak sedikit pula ketakutan itu muncul hanya sebatas dibilang ketinggalan zaman.

Kami berada di lingkungan dimana melakukan kebaikan adalah opsi terakhir setelah berusaha memperoleh kekayaan, merebut kekuasaan, mendapatkan kekuatan, dan bertindak kejujuran atau keadilan. Kami dipenjara oleh ketakutan untuk menjadi diri sendiri, terlebih untuk menabrak batas-batas yang dibangun oleh kebenaran para generasi tua. Jika tidak hanyut, maka satu-satunya yang terjdi adalah chaos.

Tentu semua adalah pembelajaran siklus zaman yang terus berulang pada masanya. Generasi tua sekarang pun pasti mengalami problematika yang sama seperti apa yang kami rasakan. Chaos ini hanya akan terus membengkak hingga suatu saat akan benar-benar meledak. Dan di saat terjadi kehancuran itulah kita akan menemukan kelahiran. Apapun itu.

Tidak bisa kami hanya diiming-imingi oleh sungai yang mengalir di taman yang hijau. Sementara ayat itu turun di tempat nan gersang dan tandus. Tidak bisa kami tergiur oleh kenikmatan para bidadari, sementara kami selalu belajar menikmati kesendirian dalam keterasingan. Setidaknya, masih ada pelampung yang bisa kami gunakan diantara banjir ilmu tentang kebenaran. meski hanya sekedar untuk menatap wajah Sang Pencipta.

Dan tantangan chaos dari generasi tua akan coba kami hadapi sesuai dengan kebutuhan kami masing-masing. Karena di antara kami pun tidak semua mengalami kebenaran pemikiran yang sama. Itu juga bukan sebuah persoalan yang genting. Sesuai dengan order atau kebutuhan yang datang. Tapi jangan harap keseluruhan dari kami akan terhanyut, karena selalu ada sisa-sisa para pembangkang dan pemberontak. Dan tentu tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada generasi yang lebih tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun