Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rindu yang Tuntas, Kemesraan yang Terbalut dalam Kalimat Thoyyibah

15 Mei 2019   15:52 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:58 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanita-wanita berrukuh terlihat berjalan menyusuri jalan. Yang tak biasanya akan nampak sebanyak ini kecuali hanya di bulan Ramadhan ini saja. Pukul 20.00, halaman Gedung PLN di Gedongkuning, Yogyakarta pun sudah penuh. 

Sajian bermacam-macam takjil disediakan oleh panitia layaknya sebuah resepsi pernikahan (tanpa perlu ngamplop) yang tentunya menjadi pemandangan khusus dan terasa spesial bagi para jamaah yang hadir lebih awal. Meskipun para penjual kopi dan cemilan tetap masih diijinkan untuk berjualan di area lingkungan sinau bareng.

Tak lama berselang, para personil Kyai Kanjeng mulai menaiki panggung. Dibuka dengan satu nomor lagu Antal Adhim, kemudian Cak Nun pun bersama beberapa jajaran pejabat PLN langsung hadir lebih awal dengan diiringi shalawat oleh seluruh jamaah yang hadir. Terlihat terobati sudah wajah-wajah kerinduan yang nampak sudah menunggu begitu lama untuk kembali ber-muwajah langsung dengan Mbah Nun.

Malam ini adalah pementasan sinau bareng Cak Nun dan Kyai Kanjeng yang telah menginjak angka ke-4066. Seolah tak kenal lelah para Pakdhe dan Simbah ini berkeliling Indonesia setiap malam untuk sekedar merekatkan kembali apa yang telah dipecah-belah oleh partai-partai politik demi kepentingan mereka. Semoga kesehatan dan yang pasti keberkahan selalu menaungi beliau-beliau semua.

"Alhamdulillah" menjadi tema yang dipilih oleh pihak penyelenggara untuk menjadi landasan pembelajaran pada malam hari ini. Mbah Nun mulai nglemeki dasar berfikir para jamaah dengan memberikan beberapa sudut pandang  seperti, PLN itu kan ibaratnya suatu sektor usaha dimana PLN tidak pernah kulakan karena dikasih langsung oleh Allah sumber energinya. 

Kalaupun butuh kulakan itu juga hanya barang dari buatan manusia.  Dari situ Mbah Nun langsung meneruskan," kalimat thoyyibah itu merupakan suatu definisi perintah Rasulullah apa hasil ijtihad kita sendiri?"

Kalimat thoyyibah sendiri minimum memiliki 6 diantara banyak sekali kalimat yang lain. Tasbih, tahmid, basmallah, takbir, istighfar, dan tauhid setidaknya menjadi kalimat yang paling sering diucapkan. 

Thoyyib sendiri menurut Mbah Nun mengandung makna suatu kalimat yang membawa kebaikan kepada kita. Hidup itu sendiri merupakan suatu transformasi yang mesti kita jalani melalui berbagai dimensi ruang dan waktu. 

Bisa jadi yang buruk pada apa yang terjadi saat ini bisa menjadi suatu kebaikan dalam dimensi ruang dan beberapa waktu kemudian. Sehingga, jika kita bisa berfikir sedikit rasional seperti itu paling tidak akan membuat menurunnya ego mudah marah. 

Lalu, kegembiraan dan kebersamaan akan menjadi suatu suasana yang terbentuk dalam perjalanan menjemput rahmatullahi wabarakatuh.

 "Pak Muzzamil, an-naffa tsatifi itu maknanya apa?" tanya Cak Nun.

"Perempuan-perempuan" jawab Pak Muzzamil.

"Tapi disini perempuan dimaknai gender atau watak?" lanjut Mbah Nun.

Kemudian Pak Muzzamil seolah menegaskan dengan menjawab "watak!" Akan tetapi, pada zaman sekarang terdapat banyak manusia bermental an-naffa tsatifi. Bukan hanya perempuan, para lelaki pun banyak yang bermental layaknya seorang perempuan.

Kalau kita hanya sekedar memaknai lewat terjemahan, kemungkinan terjebak menjadi besar dalam memaknai Al-Qur'an tanpa kita taddaburi dengan akal dan pikiran. Karena hanya melihat makna melalui satu sisi, padahal Ali Ra. 

Pernah menyampaikan jika tafsir ibarat kita sedang memegang gajah dengan keadaan mata tertutup. Ada yang berkata bentuk gajah lonjong, karena mungkin si penafsir hanya memegang belalainya. Begitupun dengan si penafsir lain yang memaknai dengan mata tertutup. Walaupun benar menurut keyakinan pribadi, lantas tidak langsung membuat kita menyimpulkan bahwa tafsir kita yang paling benar.

Lihatlah keadaan zaman sekarang. Bagaimana agama yang seolah membawa berita kegembiraan, seolah berputar 180' menjadi ujaran kebencian yang menyulut perpecahan dimana-mana. Kita pun dengan latahnya selalu memaknai bahwa setan itu adalah sesuatu yang berwujud di luar diri kita yang menyeramkan, dan menakutkan. 

Genderuwo, tuyul, suster ngesot, ataupun kuntilanak adalah beberapa contoh setan yang diyakini mayoritas masyarakat kita. Entah media yang mengajarkan yang juga tidak tahu, atau memang kita yang sengaja dibodohkan dan ditakuti. Tapi bukankah sudah jelas dalam surat An-Naas jika setan itu adalah bagian dari diri kita?

Dan ternyata untuk menangkal atau meminimalisir kita terpengaruh dalam memprovakasi diri sendiri, lewat lagu 'Tombo Ati' sudah ada setidaknya 5 cara agar tidak terpengaruh. 

Bolehkah 5 urutan nilai dalam tobo atu dibolak-balik? Menurut Simbah sendiri nilai di dalam lagu tombo ati bukan sebuah urutan, melainkan hamparan. Masing-masing manusia boleh mempunyai pengalaman untuk memaknai nilai mana yang akhirnya jadi lebih disukai. 

Misalnya, jika nilai nomer lima tentang dzikir wengi ingkang suwe menjadi nomer satu itu bukan menjadi suatu masalah asalkan hal itu baik terutama bagi dirinya sendiri. Jadi jelas urusannya disini bukan boleh atau gak boleh.

Kembali lagi ke kalimat thoyyibah, Cak Nun mengajak jamaah untuk mengangkat tangan ketika satu kalimat thoyyibah yang paling disukai disebutkan. Langsung saja menurut real count versi juri-juri diamping kanan kiri simbah, kata alhamdulillah ternyata menjadi kalimat yang paling disukai. 

Disusul dengan tauhid, lalu 3 besar terakhir terisi oleh takbir. Jelas saja dari situ pula dibentuklah 3 kelompok yang nantinya diberikan sedikit pertanyaan untuk didiskusikan dan dipresentasikan. Ya, inilah model sinau bareng. Semua memiliki posisi yang sama untuk menyampaikan sebuah ilmu untuk kita cari maknanya bersama-sama.

manegesqudroh.com
manegesqudroh.com
Sesekali musik Kiai Kanjeng mendendangkan magisnya agar suasana sinau bareng tidak terlalu serius dan tetap membahagiakan. Menambah energi positif untuk menemani jamaah mengarungi malam-malam yang panjang dalam proses sinau bareng. Jadi beruntunglah semua yang pernah merasakan hadir ke salah satu keajaiban proses pembelajaran yang tidak mungkin bisa dinalar. 

Dari yang sepuh hingga anak-anak kecil , tidak ada aturan untuk mengenakan seragam tertentu. Lelaki dan perempuan membaur. Semua berangkat dan  berkumpul untuk belajar bersama dengan melepaskan identitas-identitasnya. Alhamdulillah.

"Alhamdulillah itu sendiri merupakan aktivitas intelektualitas ataukah spiritualitas?" tanya Cak Nun kembali mencoba membuka pintu cakrawala ilmu lagi. Apakah dalam alam pikiran atau hati? Jika kita memakai intelektual sebagai landasan memakai kalimat thoyib ini, tentu ketika datang kejadian-kejadian yang kurang mengenakkan diri pasti bukanlah hal yang sepatutnya disyukuri. 

Akan berbeda jika landasan bersyukur kita memakai hati. Lantas bagaimana jika kita mengeluh seperti Nabi Musa dengan rasa syukur ini. "Bagaimana aku mesti bersyukur lagi kepadamu Ya Rabb, jika rasa syukur ini pun datang tak lain juga berasal darimu?" . Bayangkan jika energi yang ada di dalam hati menyeruak menjadi cahaya seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Musa tersebut, menggembirakan.

Di sela acara juga Cak Nun sedikir bercerita mengenai dirinya yang akan dilaporkan oleh Front Pembela Nabi-Nabi karena dianggap melecehkan para Nabi dan Rasul saat Mbah Nun menyatakan bahwa adakah nabi-nabi yang pernah sholat 5 waktu sebelum Nabi Muhammad? 

Genk marah-marah ini (maaf karena sangat jauh sekali dari kata menenangkan dan menggembirakan) memang mudah sekali tersulut oleh pernyataan-pernyataan disaat dasar ilmunya seharusnya sudah mumpuni, tapi mereka kehilangan cinta. Sudahlah, padahal Nabi Muhammad sendiri baru mulai sholat 5 waktu di usianya yang ke-50 setelah mengalami peristiwa Isra' Mi'raj.

"Sebenarnya saya tidak mengajarkan ketidakpastian-ketidakpastian. Akan tetapi saya mengajak untuk menemukan kemantapan-kemantapan dalam menjalani kehidupan masing-masing." 

Pesan Cak Nun kepada para jamaah. Sampai acara selesai sekitar tengah malam ini, selama itu pula saya menikmati kegembiraan-kegembiraan yang terpancar jelas karena rindu yang sudah ditunaikan. Tuntas sudah!

Lagu 'Nothing Compares To You' yang dibawkan oleh Mas Doni menjadi penutup acara sinau bareng pada malam itu. Keadaan sekarang yang sudah terlanjur begini, apa iya Allah akan diam saja? Yang pasti Cak Nun berpesan supaya kita segera menemukan apa yang di-fadhillah-kan Allah kepada kita. 

Allah akan segera mengganti kaum yang penuh rasa mencintai kembali. "Kita itu kan hanya 'diadakan oleh Allah, jadi mati itu juga sebenarnya hanya maslah teknis yang pasti dihadapi." Tafakkur dan tadzakkur atau olah pikir kedalam mesti lebih ditingkatkan supaya tercipta keseimbangan. Maturnuwun PLN Jogja.

 

Gedongkuning, 13 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun