Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Essai | Mukasyafah Cinta

9 Februari 2019   11:01 Diperbarui: 9 Februari 2019   11:49 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hati mereka masih singup, tak terterangi oleh makrifat Tuhan. Walupun tiap hari yang mereka ucapkan atau tampilkan adalah agama. Karena jika telah mengenal Tuhannya, tidak pernah dia bisa aman, apalagi hanya karena telah sempurna ibadahnya, dia bisa mengjudge ini kafir, ini dosa, ini bid'ah, dan lain sebagainya.

Kalau negara kita masih memelihara orang-orang seperti itu, hancurlah bangsa ini. Tapi hal itu tidak akan pernah terjadi. Karena negeri ini penuh dengan cinta, negeri ini adalah sepenggal surga yang tidak akan hancur hanya karena isu-isu yang berlandaskan agama. Negeri ini akan memperlihatkan betapa tangguhnya moral kesatuan dan kasih sayang sesama, walau berbeda ras, suku etnis, ataupun agama. Negara ini akan menjadi acuan dunia untuk belajar toleransi yang menjadi wujud utama cinta itu snediri.

Tuhan sering singgah di bangsa yang sangat Ia cintai ini, Tuhan sering ngopi di angkringan bersama para pencari rongsokan, Tuhan sering "ngetem" sama tukang becak di pinggiran pasar, Tuhan sering sholawatan bareng para bapak-bapak dan ibu-ibu petani. Sesekali Tuhan mampir ke gedung DPR untuk melihat para pelawak ulung di dunia ini.

Tuhan tidak saklek, Tuhan sangat senang jika kita ajak "bercanda". Tuhan bisa menjadi orang tua jika kelak kita kehilangan orang tua. Tuhan bisa menjadi pasangan hidup, jika kita kehilangan jodoh kita. 

Tuhan bisa menjadi sahabat terbaik andai dunia seolah mengusir kita. Tuhan tidak mungkin menciptakan keturunan Adam hanya untuk menjadi penjahat, penipu, ataupun seorang pembunuh. 

JIka kenyataannya ada yang seperti itu, hal itu dikarenakan peran setiap manusia sudah ada rumusannya dalam Lauh Mahfuz. Kita gak usah nudang-nuding, biarkan itu urusan Tuhan. Kita hanya disuruh tetap merangkulnya, sekalipun ia seorang "bajingan".

Dan mengapa jihad terbesar bukan memerangi ISIS ataupun melawan dajjal, akan tetapi jihad terbesar adalah melawan diri kita sendiri? Kerana musuh kita adalah hawa nafsu, bukan setan lagi melainkan iblis. 

Dia yang selalu menaruh kebencian dan dendam pada diri kita. Iblis yang selalu menghalangi cahaya mekrifat Tuhan. Iblis yang membuat kita egois dan memaksakan segala kehendak dan kesenangan hanya untuk kita semata. Oleh sebeb itu, kita mudah mencaci, mengumpat, memukul, bahkan melaknat sesama manusia yang sejatinya urusan itu diluar kuasa kita sebagai manusia.

Cinta, mengapa engkau selalu bersembunyi dibalik nafsu? Mengapa engkau selalu mengalah? Mengapa tak kau tampakkan sinarmu yang bisa menerangi segala kegelapan dunia ini? Cinta, salahkah aku jika aku menuntutmu untuk hadir? Mengapa engkau hanya ber-mukasyafah di balik temaramnya.

Cinta, mengapa engkau biarkan dirimu untuk dipermainkan, untuk dicaci, bahkan rela untuk dibenci. Sebesar itukah jiwamu? Seluas itukah samudera kesabaran dirimu? Mengapa engkau rela dihujat oleh prasangka? Mengapa engkau ikhlas dipandang sebelah mata?

Semuanya terjadi hanya ada 3 sebab, yaitu cinta, belum cinta, atau kehilangan cinta. Semoga kita bisa belajar untuk mencintai "TAI" kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun