Mohon tunggu...
Healthy

"Departemen Kesehatan kita masih Sakit!"

29 Februari 2016   20:07 Diperbarui: 29 Februari 2016   20:18 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Departemen Ksehatan Kita Masih Sakit!"

Pemerintah kita ini punya banyak departemen, satu diantaranya adalah Departemen Kesehatan. Tentu saja tugas departemen ini adalah bertujuan baik dan benar, yakni bikin rakyat dan seluruh aparatur Negara menjadi sehat wal afiat! Setidaknya, ada 2 (dua) model tugas kesehatan yang pertama bersifat pencegahan dan kedua pengobatan!

Adalah departemen kesehatan pula yang memiliki RSU, Puskesmas yang tersebar di seentero nusantara ini segalanya tampak terstruktur, tersistem, dan modern serta serba ilmiah tentunya!

Tenaga-tenaga-kesehatanpun sudah disiapkan ada, sekolah jurusan kedokteran, apoteker, asisten apoteker, perawat, dll. Semuanya itu dimaksudkan untuk mendukung agar tugas menyehatkan rakyat bisa terwujud dengan baik dan benar! Luar biasa! Namun, menjadi bukan rahasia lagi pelayanan oleh para petugas di rumah sakit-rumah sakit yang ada di seluruh nusantara ini masih harus di tingkatkan! Terutama untuk rakyat  pra sejahtera yang ikut maupun tak ikut BPJS.

Iuran untuk bayar asuransi kesehatan itu sebenarnya tak perlu ada bagi rakyat yang kurang dan tak mampu secara finansial! Sehingga jatuhnya mestinya gratis 100 %! Baik untuk penyakit ringan maupun berat! Baik rawat inap atau rawat jalan!

 Dana kesehatan harus diambil dari pendapatan Negara dari setiap sector, pajak, keuntungan semua BUMN, zakat maal, sodaqoh, infaq, hibah, dll. Yang halal!


Yang memprihatinkan untuk pengobatan penyakit-penyakit berat sering terkendala dengan harga obat-obatan medis yang mahal! Apalagi ada semacam diskriminasi, pelayanan kelas VIP, I,II dan III Siapa dapat bayar mahal dapat kamar inap VIP atau mininmal kelas I, sedang yang kelas II dan III diperuntukkan masyarakat yang kurang atau tak mampu!

 Mungkin obat untuk kelas II dan III juga dicarikan yang lebih murah dengan kualitas nomor 27 bukan nomor 1 !

Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah, siapa menyangka bahwa sebenarnya departemen kesehatan itu sendiri  sedang mengidap ‘penyakit berat’ sejak “ceprot”, lahirnya NKRI ini! Mengapa?

Pasalnya, adalal justru terletak pada system pongabatannya yang bertumpu pada pengobatan medis belaka! Sedangkan pengobatan non medis,”jamu” tradisional nusantara kita ini yang sudah dipraktekkan oleh kakek nenek moyang ribuan tahun silam, justru disingkirkan dari system pengobatan formal di negara kita ini!

Padahal dari sisi kualitas –yang sudah teruji secara turun temurun itu pengobatan jamu atau herbal kita tak kalah bahkan mungkin justru lebih baik dari pada system medis!

Walaupun belum ada penelitian secara ilmiah tentang kualitas jamu-herbal secara luas, namun bukti-bukti di masyarakat jaman dulu hingga kini, dari mulut ke mulut, getok tular-bhs. Jawane sehingga sudah diwariskan oleh generasi penerus para herbalis, memberi garansi bahwa pengobatan tradisional jamu/herbal kita sebenarnya layak untuk rakyat Indonesia bahkan dunia!

Bahan-bahan jamu itu  juga mayoritas ada di ujung Utara pulau Sumatra hingga Papua. Sebagian kecil ada yang impor dari China, Birma, Korea, dan Muangthai!

Banyak terjadi posisi pengobatan herbal atau alternafif lainnya itu menjadi semacam jalan terakhir setelah ‘babak belur’ ‘dikerjain’ oleh upaya medis  yang belum berhasil itu!

Dan, ternyata juga banyak terjadi lulusan RSU ataupun RSS(Rumah Sakit Swasta) yang belum mengalami kesembuhan lantas menjalani pengobatan alternatif herbal atau jamu, dengan izin Alloh S.W.T sembuh!

Walaupun juga banyak yang tak sembuh setelah upaya non medis juga dilakukan!

Tapi, coba diibaratkan pertandingan lari cepat. Ada sebagian pelari lari duluan dari peserta lain lalu peserta itu memenangi lomba itu(wajar)! Sedang pelari lainnya yang berangkat belakangan ya pasti gak dapat juara!

Atau ada pelari dapat kesempatan lari duluan tapi kemudian ia terjatuh hingga gak bisa melanjutkan lombanya sehingga kalah!

Sedangkan pelari yang belakangan dapat mengejar yang jatuh tadi sehingga dapat memenangi lomba itu!

Jelasnya, di RSU Maupun Swasta gak ada secuilpun pengobatan non medis!

Setelah upaya medis misalnya gagal, baru lari ke non medis(Herbal, dsb)

Padahal disini ada “waktu” yang hilang yang dimiliki oleh pemain herbal, yaitu tidak dalam waktu yang sama penanganan pengobatan non medis dibanding dengan  yang medis!

Ketika stadium penyakit sudah lanjut baru ke non medis disuruh nangani! Iya, namanya kalah start itu tadi!

Mestinya lebih elok jika di RSU dan Swasta mengadakan pelayanan 1(satu) atap baik medis maupun non medis! Itu tugas departemen Kesehatan dan pemerintahan yang bikin konsep-konsepnya sistemnya yang terintregrasikan antara medis non medis!

Artinya, harus ada pengakuan resmi oleh pemerintah RI, bahwa pengobatan nonmedis dan medis itu setara sehingga pengobatan non medis layak di”modern”kan, iya diboyong ke  RSU dan Swasta!

Prosedurnya, kepada keluarga pasien ditawarkan pada keluarga pasien dan pasien, Ibu/ Bapak pilih pengobatan yang mana boleh pilih: medis atau non medis! Atau dua-duanya, alias kompromi!

Untuk tahapan diagnosis, boleh secara medis semata atau non medis juga boleh, lantas upaya berikutnya terapi!  Pihak pasien dan atau keluarga pasien dipersilahkan memilih medis atau non medis! Dengan demikian ‘start’ nya sama!

Ada banyak kasus, misalnya pengobatan penyakit Thalasemia(Darah merah yang berkurang kualitas dan kuantitasnya) ini secara medis yang dilakukan hanya dengan menambahkan darah merah dengan ukuran tertentu kepada pasien ini! Gak ada tindakan lain!

Dengan cara ini, tiap sekitar sebulan sekali pasien harus ditambah darahnya lewat anggota badannya  (lengan) seperti pada transfusi darah!

Begitu terus menerus selama bertahun-tahun mungkin selama hidup pasien(cukup besrat bagi pasien) Belum terhitung adanya efek samping  karena terlalu sering ditransfusi, kelebihan zat besi, kalau tak salah, akan menimbulkan sakit baru organ tertentu pasien! Menurut medis Thalasemia gak bisa disembuhkan!

Sedangkan menurut ajaran ISLAM, semua penyakit itu pasti ada obatnya, insya Alloh(hadits)!

Sedangkan menurut para pakar herbal, penyakit ini, ada obatnya, Insya Alloh!

Pernah ada uji coba pasien thalasemia diberi jamu asli nusantara sekitar 3(tiga) bulan di suatu RSU di Jawa Timur. Pada pemeriksaan secara medis, pasien dicek, ternyata Hbnya sudah mencapai normal  10,5 shg. 11 satuan.

Sayang pengobatan herbal itu dihentikan di tengah jalan! Idealnya sekitar 6 bulan syukur-syukur selama 1(tahun) ajeg mengkonsumsi jamu ini! Sehingga dinyatakan sehat secara medis(Hb 11) maupun nonmedis(anak-anak- pasien ini terlihat lincah geraknya gak lemas lagi, tidak pucat lagi) sehingga dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara normal!  

Lha, kalau Departemen Kesehatan masih juga mempertahankan semata pengobatan medis itu seperti kini , bukankah sebenarnya Departemen Kesehatan itu sendiri masih “sakit”, !!!

 

Kediri, Awal  hingga akhir Prebuari 2016,

                  

Muhammad Investo Karyoto

  

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun